Kaleng Kerupuk Cap Garis Waktu 1998

Jalvanica
Chapter #10

Mendadak Menjadi Konselor

Berbekal sedikit ilmu psikologi dari matkul wajib dan beberapa akun Ig yang mereka ikuti, membuat mereka harus merevisi surat balasan. Mereka mengganti kata-kata yang tidak pas— seperti perkataan yang tadinya terdengar memaksa dan menghakimi, diganti dengan kata-kata yang mampu memvalidasi perasaan yang bersangkutan. Rupanya menjadi seorang konsultan tidak semudah yang mereka bayangkan, apalagi yang bersangkutan adalah seseorang yang begitu rentan. Mereka harus berhati-hati dengan apa yang mereka tulis. Seolah-olah hanya karena satu kalimat yang terkesan menghakimi, maka nyawalah yang bakal menjadi taruhannya.

"Sebaiknya kata 'harus sabar dan ikhlas' diganti saja, bagaimana?" tanya Aron, dia mencoret tulisan itu tanpa menunggu persetujuan temannya. "Kita harus menggantinya dengan 'saya tahu apa yang Anda lalui tidaklah mudah, tapi tolong jangan salahkan dirimu sendiri atas kematian kekasih Anda'," ucapnya sambil menulis.

"Hei kalimat itu terdengar lebih baik daripada sebelumnya," timpal Wirawan.

Erpin setuju. "Tentu saja, kita tidak boleh seenak jidat sendiri menghadapi seseorang yang— kalian tahu sendiri kan? Memang benar perkataan harus sabar, harus ikhlas, dan harus bla ... bla ... bla lainnya mesti diganti. Aku mendengarnya sendiri di situasi serius juga merasa jengkel," timpal Erpin. "Hmm yah ... hanya saja perkataan itu terkesan memaksa meski niatnya sama-sama baik."

Wirawan menggaruk rambutnya. "Benar juga ya ... jadi itu alasannya kenapa aku kesal setiap nenek menyuruhku untuk nyebut."

Wirawan meragakan neneknya sambil berucap; sing eling Wan, nyebut! Dia mendengkus. "Kesannya seolah-olah aku lupa diri, dan penuh dengan jin!"

Aron dan Erpin menyemburkan tawa. "Nenekmu tidak salah, kau memang penuh jin Wan," mereka kembali terbahak.

"Ya kalian jinnya," Wirawan menggerutu.

"Oh sialan!" Aron mendengus setelah berusaha menjejalkan tulisan yang dibuat sangat kecil nyaris menyerupai semut, tapi tetap tidak muat. "Yang benar saja, aku harus menyalin tulisannya begitu?"

"Hei jangan mengumpat, seorang konselor tidak boleh mengumpat." Wirawan mendadak menjadi seorang bijak.

"Tai unta! Aku hanya sedang meregulasi emosi, tidak baik menahannya," jelas Aron, mendadak mereka bertiga peduli dengan kesehatan mental.

"Yah mau bagaimana lagi— hei" Erpin memandang Aron dan Wirawan begitu teringat sesuatu. "kenapa kita repot-repot menulis tangan? Lebih baik kita ketik saja."

"Masalahnya dia, kan, orang dari masa lalu. Lagi pula di mana-mana surat pribadi ditulis tangan, biar lebih berkesan."

"Masa bodoh," ucap Aron, "lebih baik kita ketik saja suratnya. Yang terpenting, kan, isinya."

Mereka membawa laptop dan printer milik Ayesha ke perpustakaan, berbohong kepada nenek bahwa mereka menggunakan itu untuk mengerjakan tugas selama libur semester. Sementara itu Erpin sekalian meminta krim anti nyamuk kepada nenek, tapi yang diberi obat nyamuk bakar. Setelah direvisi yang diketik oleh Aron, mereka kembali membaca suratnya tanpa terganggu oleh nyamuk.

Hai Nona Kemuning, saya tahu apa yang sudah Anda lalui tidaklah mudah, tapi tolong jangan salahkan diri Anda sendiri atas kematian kekasih Anda. Kekasih Anda pasti akan merasa sedih, jika Anda terus menyalahkan diri Anda seperti itu.

Terus terang keputusan yang telah Anda ambil dengan memilih adik Anda dibanding teman-teman Anda, bukanlah keputusan yang mudah. Apalagi dibawah tekanan dan ancaman seperti itu. Anda kakak yang baik, dan adik Anda yang sudah bersama Tuhan pasti bangga mempunyai kakak seperti Anda.

Rasa-rasanya tidak baik jika Anda terus mengurung diri di kamar, cobalah keluar rumah dan beraktivitas di bawah sinar matahari pagi. Dan mengenai teman Anda, saya sarankan untuk segara menemuinya. Saya rasa Anda perlu mencoba membicarakannya secara terbuka untuk menghindari kesalahpahaman, dan meminta maaf— meski bukan sepenuhnya salah Anda.

Seandainya teman Anda tidak mau memaafkan Anda, tidak masalah, itu kan bukan akhir dari segalanya. Anda bisa mencari teman yang lebih baik lagi. Saya yakin Anda pasti menemukannya. Dan ingat, jangan merasa bersalah seandainya teman-teman Anda itu tidak memaafkan Anda, itu bukan tanggung jawab Anda lagi. Tanggung jawab Anda adalah bagaimana Anda merespon dan mengelola perasaan Anda sendiri.

Mengenai biaya untuk pergi ke kampus, apakah Anda benar-benar tidak mempunyai tabungan sama sekali? Hmm tentu saja Anda tidak punya, seandainya punya Anda pasti tidak perlu repot-repot meminta saran saya.

Hei apakah Anda tidak mempunyai kerabat dekat yang bisa dipinjami uang? Jangan bilang tidak. Hmm mau bagaimana lagi, saya harus menyarankan Anda supaya mengambil uang milik orang tua Anda secara diam-diam. Bukan maksud saya menyuruh Anda mencuri ya ... lagi pula itu kan rumah Anda sendiri. Sudah kewajiban orang tua Anda untuk menafkahi Anda, bukan?

Saya rasa tidak apa-apa, sesekali mencuri di rumah sendiri demi kebaikan Anda sendiri, daripada terjerat pinjaman preman seperti di film azab. Toh uang itu bukan digunakan untuk main lotre, dugem, atau hal buruk lainnya.

Dan jangan bodoh, Anda terlalu berharga dibanding semua jenis kaca di belahan dunia ini. Lagi pula kaca yang pecah bisa didaur ulang menjadi kelereng berharga dengan berbagai warna yang cantik. Dulu saya juga sering memainkannya— Anda tahu, kelereng adalah salah satu mainan favorit saya. Berani bersumpah, dulu saya sering memenangkan permainan ini. Asal Anda tahu, dulu saya merasa orang paling beruntung bisa membawa pulang banyak kelereng. *Abaikan saja soal kelereng ini.

Warkop Ajaib '67


Mereka memasukan surat itu ke dalam kaleng, berjejeran dengan surat mereka yang belum juga menghilang sejak tadi. Mungkin surat yang dikirim untuk layanan kaleng kerupuk cap garis waktu memerlukan waktu yang lebih lama. Jadi ketika surat untuk Kemuning menghilang lebih dulu, mereka tidak terkejut dan menyerah. Mungkin satu jam lagi! Dan begitu sejam telah lewat untuk bermain ML— game online, mereka mulai mempertanyakan surat yang tak kunjung menghilang.


"Apa yang terjadi dengan surat-surat itu? Kenapa tidak menghilang seperti surat lainnya?" Erpin nampak kesal, jenis kesal ketika pesannya hanya di-read saja oleh gadis yang dia sukai.


"Mungkin butuh waktu yang lebih lama." Wirawan mendengus. "Tapi mau sampai kapan? Ini bahkan sudah berjam-jam, dan yang lainnya hanya membutuhkan beberapa menit saja. Ini aneh!"


Aron nampak berpikir. "Hei mungkin bonus itu sudah tidak berlaku?"


"Maksudmu hanya bisa digunakan untuk satu orang saja, begitu?"


"Kupikir begitu," jawab Aron sambil menyobek kertas dan menulis; bawa benda ini ke jaman Majapahit. Kemudian dia meletakkan jam bakker yang sudah tidak berfungsi beserta tulisan itu ke dalam kaleng. Mereka menunggu-nunggu benda itu menghilang selama lima menit lebih, tapi tidak kunjung menghilang. Mereka nampak kecewa, mimpinya yang menjadi kaya dengan melakukan barter pupus begitu saja.


"Hei ayolah kita masih punya kesempatan untuk mendapatkan bonus. Kupikir setelah membalas surat-surat yang muncul, kita pasti bakal mendapatkan bonus seperti Ayesha." Aron mencoba meyakinkan kedua temannya, nampaknya ucapannya berhasil kembali menyulut semangat Erpin dan Wirawan.


"Aron benar, kita masih punya kesempatan." Wirawan bangun dari kepalanya yang terlungkup di atas meja, kemudian tersenyum sambil bersandar kursi.


"Tapi hanya satu orang yang bisa menggunakannya," Erpin mendesah, kemudian kembali berseluncur di tik tok.


"Kita bisa melakukan batu-kertas-gunting, kalau mau."


Lihat selengkapnya