Siang itu Sabrina tengah melangkah bersama Alvira dikawasan Jalan C Simanjuntak Jogya. Sebuah toko dengan balutan tema muslim elit di Jogya menjadi pilihan mereka. Sabrina sibuk memilah Hijab yang cocok dengan kain etnik hadiah temannya. Dari Lombok. Tenun Rangrang, dari Desa Sukaraja, Lombok Tengah, itu dominan hitam namun ada beberapa rangkai bentukan belah ketupat warna emas sebagai penghias. Penambah pikat. Sabrina ingin mencari bahan baju atasan dan Hijab warna senada dengan rangkai belah ketupat tersebut.
Sementara Alvira mematut-matut diri dalam busana cantik pink model tunik.
"Ummi, Alvira boleh beli lebih dari 1 pasangkah?" tanya Alvira setengah berbisik ke arah telinga kanan bundanya. Sabrina mengangguk. Dia masih fokus mencari warna terbaik untuk kain etnik lombok yang dikirim sahabatnya. Saat Sabrina tengah bingung mencari bahan yang pas. Ia mencari pramuniaga toko. Matanya tepat kepada tubuh tinggi semampai yang sedang merapikan beberapa kain sedang membelakanginya.
"Assalamualaikum, Mba. Bisa bantu saya?" Sapanya sopan
"Waalaikumussalam. Ya ibu, ada yang bisa saya bantu?" jawabnya sambil berbalik
"Saya, mencari busana padanan yang pas untuk kain tenun saya ini. Bisakah dibantu mba. Sudah sekitar 30 menit lebih saya mencari." Jawab Sabrina kembali.
Lama perempuan semampai itu memperhatikan Sabrina. Berikut kain ditangannya.
"Mohon maaf ibu. Ibu Pernah mondok ?" Sapanya halus. Rasanya wajah dan nada bicara. Lembut suara ini sangat tidak asing. Walau sudah hampir 10 tahun lalu.
"Ya."
"Di daerah Bantul to bu?"
"Benar."
"Mba, kenal saya?"
Perempuan manis didepannya tersenyum dengan sumrigah. Sangat berbinar matanya dan dengan setengah tangan ingin memeluk Sabrina.
"Aku Maryam. Maryam binti Azzhur. Sabrina. Kau lupa?"
"Masyaallah, Maryam." Sabrina tak kalah terpesona dengan pertemuan mereka. "Kau begitu cantik sekarang, Maryam. How come?" Takjub Sabrina melihat Maryam yang dulu hanya gadis desa begitu berubah.
"Aku sempat di Norwegia, Sabrina. Ini pulang ke Indonesia dan menjadi designer di butik ini baru beberapa bulan." Masih dengan senyum yang menguat Maryam menambah cerita.
Betapa begitu takjub mereka dapat dipertemukan Allah ditempat yang sangat tidak direncana. "Sek, opo tadi. Dirimu cari apa Sabrina?" tiba-tiba Maryam ingat kondisi profesinya. Sabrina tertawa sambil menampik lengan Maryam.
"Sudahlah. Tidak begitu penting. Aku benar surprise dengan pertemuan kita." Kilahnya.