Minggu pagi itu, matahari bersinar cerah di langit Jakarta dan sekitarnya. Orang-orang dengan berbagai cara menikmati hari liburnya sebelum Senin kembali menyapa mereka. Tak seorang pun menyangka hari itu akan berubah menjadi hari yang tak terlupakan sepanjang hidup mereka. Sebuah bencana kemanusiaan yang tragis menyeruak di depan mata.
Sejenis virus influenza varian baru telah muncul di suatu pemukiman padat penduduk beberapa waktu lalu. Diduga melalui perantara kelelawar, virus super renik ini kemudian berjangkit, menjalar, dan mewabah dalam waktu yang singkat. Dengan kecepatan penularan yang tak pernah disangka, virus lokal ini pada fase berikutnya berkembang menjadi epidemi. Tak berapa lama, statusnya dinyatakan sebagai pandemi global oleh WHO.
Kehadirannya yang misterius mendadak membuat seisi dunia shock dan panik. Orang-orang bingung, cemas, takut, dan bertanya-tanya tentang apa yang sesungguhnya terjadi. Sebuah kenyataan yang membelalakkan mata, menggoncang nalar, dan menggetarkan jiwa. Sosok monster peneror tak kasatmata itu bernama virus C19.
Sepintas virus baru ini gejalanya mirip flu biasa seperti batuk, demam panas, sesak napas, sakit tenggorokan, pilek, badan nyeri, dan sakit kepala. Gejala lain berupa hilangnya indera penciuman atau pengecap, kelelahan ekstrim, kehilangan selera makan, diare, mual, muntah, dan ruam kulit. Pada orang yang terinfeksi, gejala yang muncul beragam. Namun ada yang tanpa gejala sama sekali atau disebut OTG.
Penularan virus ini terjadi melalui kontak langsung atau tak langsung dengan sumber asal virus. Hebatnya, virus ini mampu bertahan hidup di benda atau tempat yang ditumpanginya selama berhari-hari. Untuk menghindari risiko terburuk, segala hal yang memungkinkan kontak harus dihindari atau dibatasi. Alhasil, terjadilah perubahan besar dalam berbagai hal dan bidang kehidupan.
Kegiatan sekolah, kuliah, dan kantor diganti dengan belajar dan bekerja dari rumah secara daring. Berbagai acara yang mengundang kerumunan seperti hajatan pernikahan, ritual agama berjamaah, car free day, konser, kampanye dll dilarang. Tempat hiburan seperti mal dibatasi. Bioskop dan tempat rekreasi seperti kebun binatang, pantai, dan taman bermain ditutup. Sarana umum seperti alun-alun, taman kota, dan fasilitas olahraga disetop.
Termasuk kebiasaan seperti berjabat tangan sampai tahun baruan, mudik lebaran, dan perayaan hari besar agama atau nasional terpaksa ditiadakan. Saat bersamaan, muncul berbagai kebiasaan baru. Misalnya, pemeriksaan suhu tubuh dan perilaku mencuci tangan sebelum masuk kantor, mal, stasiun, bandara, dll. Pemakaian masker di tempat publik. Penggunaan tombol kaki pada lift. Khusus di masjid, penonaktifan karpet sholat dan perenggangan jarak antar jamaah.
Untuk mencegah penularan, setiap individu hendaknya mematuhi protokol kesehatan dengan menerapkan perilaku 5M yaitu memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan mengurangi mobilitas. Meski tidak menjamin 100% bebas dari infeksi, gerakan ini cukup efektif dalam menekan risiko penularan disamping pemberian vaksin. Selain itu, penting juga selalu menjaga imunitas diri dengan membiasakan pola hidup bersih dan sehat.
Jika ternyata seseorang terpapar virus ini, ia tak perlu panik. Pengobatan penyakit ini cukup simpel. Hanya perlu isolasi mandiri dua minggu disamping minum obat. Karena ada kemiripan dengan gejala flu, obat-obatan untuk flu bisa dipakai untuk penyakit ini. Tapi tentunya harus dengan petunjuk dan saran dokter. Karena memang sejauh ini belum ditemukan obat khusus untuk penyakit ini. Beberapa orang ada juga yang menggunakan herbal selain obat kimiawi.
Selama masa isolasi, si penderita dianjurkan makan makanan sehat dan bergizi, mengonsumsi vitamin C, berjemur di pagi hari, istirahat yang cukup, dan berolahraga secara teratur. Aktivitas lain diperbolehkan selama tidak keluar rumah serta tidak kontak dengan orang-orang asing. Tak kalah penting, usir kejenuhan dan hindari stres dengan cara mendekatkan diri kepada Yang Mahakuasa serta memperkuat aspek spiritual.