Lepas dari kesibukan hariannya sebagai seorang aparatur negara, Roy memanfaatkan waktu luangnya dengan membaca buku-buku koleksinya sambil mendengar musik klasik di ruang kerja. Selain itu, ia juga suka main musik khususnya gitar. Dua buah gitar yang berada tidak jauh dari meja kerjanya, kadang suka dimainkan saat ia lagi mood. Ia juga menyukai lukisan namun ia sendiri tidak pandai melukis. Ia punya beberapa koleksi lukisan karya pelukis terkenal dari luar maupun dalam negeri yang terpajang di rumahnya.
Di akhir pekan, jika tidak ada undangan ke suatu acara, ia biasanya latihan tenis dan sesekali menembak karena kebetulan ia menjadi pengurus cabang olahraga tersebut. Selain olahraga, ia juga menyukai fotografi sejak masih kuliah. Dari beberapa jenis kamera yang ia miliki, memperlihatkan bagaimana metamorfosa perkembangan teknologi kamera dari dulu hingga sekarang. Ada beberapa foto hasil jepretannya sendiri yang dipajang di rumahnya. Ia berangan kepengin jadi fotografer profesional usai pensiun kelak jika memang memungkinkan.
Malam itu, Roy bersama istrinya, Evi, dan kedua anaknya, Erika dan Ericko, berkumpul bersama di meja makan. Tidak ada yang spesial dari acara makan itu. Mereka hanya makan malam bersama seperti di malam-malam sebelumnya.
Namun, ada yang sedikit berbeda di malam itu. Roy tampak lebih lesu dibanding biasanya. Maklum saja belakangan ia sibuk mengadakan kunjungan kerja ke beberapa tempat di tengah maraknya pandemi. Boleh jadi capai dan letih baru ia rasakan sekarang.
Roy menganggap dirinya seorang family man tulen. Lelaki yang merasa dekat, tahu, dan mengerti tiap anggota keluarganya dengan baik. Walaupun sibuk, ia berusaha tetap menjunjung tinggi slogan quality time bersama keluarganya. Di malam itu, ia tak segan menampakkannya meski badannya terasa kurang begitu fit. Sebisa mungkin ia konsisten dengan prinsip itu.
Mengawali obrolan, Roy menyapa Erika dengan bertanya, "Gimana kuliahnya sejauh ini, Teh?"
"Baik-baik aja, Pa," jawab Erika sambil mengangguk.
"Masih daring, ya?" lanjutnya.
"Iya, masih," jawabnya.
"Apa ada kendala selama daring?" tanyanya penuh perhatian.
"Gak ada sih tapi mungkin agak berat di waktu awal aja karena gak biasa belajar sendirian," kata Erika terus terang.
"Tapi sekarang udah mulai terbiasa?" tanya Roy sembari memastikan.
"Udah sih, mau gak mau," ujarnya terus menyuap sesendok nasi.
"Sama, Papa juga sedang adaptasi. Banyak acara kantor atau rapat yang digelar virtual. Ada bagusnya juga sih menurut Papa. Memanfaatkan teknologi tanpa harus ketemu orang langsung. Selain bisa menekan cost pengeluaran dinas juga lebih efektif dari segi waktu. Urusan juga bisa langsung beres," ungkapnya sesekali terbatuk.