Kalut

Abe Ruhsam
Chapter #23

Perjodohan

Mengetahui perihal sang anak dari postingannya, Sinta, Ibunya Diki, tidak langsung merespons. Ia sengaja ingin mengendapkannya dulu. Ia baru mengontak Diki keesokan hari. Lewat telepon, ia menyatakan terkejut dengan yang terjadi. Ia menanyakan kabar Diki dan kegiatannya sementara waktu ini. Tak lupa ia juga berdoa agar Diki segera dapat kerja kembali.

Sebenarnya ada hal penting yang ingin ia sampaikan ke Diki secara langsung tapi bukan di telepon. Namun ia masih ragu dan belum bisa menentukan waktu yang tepat. Akan tetapi sejak Diki dirumahkan akibat pandemi, Sinta merasa inilah waktunya. Untuk itu, ia meminta Diki pulang kampung. Lagipula ia sudah cukup lama tidak pulang ditambah lagi saat ini ia menganggur.

Sinta yang mengenali kecenderungan Diki yang berbeda sejak kecil, selalu khawatir kepadanya. Ia pun merasa belum berbuat banyak untuk mengubah kondisi itu tapi Diki keburu memutuskan pergi merantau pada saat itu. Ia pamit meninggalkan rumah untuk kuliah di Jakarta dan masih tetap disana hingga sekarang.

Setelah sekian waktu berlalu, Sinta bertanya-tanya masihkah Diki seperti yang dulu ataukah sudah berubah seperti yang ia harapkan. Ia merasa seperti memiliki utang yang belum lunas dibayar hingga sekarang. Ingin sekali ia menebus rasa bersalah yang menghantuinya selama ini tapi tidak tahu bagaimana caranya.

Hingga suatu ketika, di suatu acara resepsi secara tak sengaja ia bertemu dengan seorang teman lamanya, Pujiwati. Ia hadir bersama anak perempuannya. Yang mengejutkan Indri, sang Anak, ternyata teman SD Diki. Ia menanyakan perihal Diki ke Santi. Keduanya lalu ngobrol panjang lebar selama acara itu.

Menurut Sinta, sosok Indri kurang apa lagi. Anaknya sopan, ramah, dan sudah bekerja. Setelah selesai Akper-nya dua tahun lalu, ia menjadi perawat di sebuah rumah sakit milik pemerintah. Ibunya kenal baik dengan Sinta. Ia punya butik khusus pakaian dan perlengkapan pengantin. Letaknya tak jauh dari toko Sinta. Ayahnya seorang pengusaha konveksi yang memiliki beberapa outlet cukup ternama. Dan paling penting Indri yang merupakan anak tunggal, masih single.

Setelah pertemuan itu, Indri makin sering mampir belanja beras di toko Sinta. Sebenarnya sedari dulu Indri sudah cukup sering belanja di toko Sinta tapi keduanya belum kenal satu sama lain. Dari perkenalannya itu, Sinta kemudian merasakan firasat. Mungkinkah ini jadi pertanda jika doa dan pinta yang selalu ia panjatkan demi kebaikan anaknya, terkabul?

Sinta hanya bisa berharap rencananya ini dapat berjalan dengan baik. Baginya yang terpenting adalah menunaikan kewajiban yang sempat tertunda. Tak ada yang diinginkannya selain mengubah keadaan agar Diki kembali on the right track, senormal mungkin, dan sesuai kodratnya.

Ia merasa ini cara paling tepat dapat ditempuh saat ini. Perkara Diki menerima atau tidak, ia hanya bisa pasrah dan berserah diri kepada Sang Kuasa. Setidaknya ia sudah mencoba dan itu sudah lebih dari cukup agar hidupnya jadi lebih tenang tanpa terbebani lagi.

Sebuah pemandangan langka tersaji di kediaman keluarga Santi malam itu. Di ruang tengah, Ibu dan Diki berkumpul dan berbincang. Sementara Dinda, adiknya Diki, sedang menyiapkan makan malam di dapur.

Mencoba memulai obrolan, Ibu berbasa-basi, "Gimana kabar Jakarta, Dik?"

"Sepi, Bu karena lockdown. Manusianya pada stay at home semua," ujarnya santai.

"Kalau disini biasa aja tuh. Gak terasa pandeminya," kata Ibu.

Lihat selengkapnya