Kalut

Abe Ruhsam
Chapter #24

Kecelakaan Maut

Walaupun hubungannya dengan Erika telah berakhir sejak accident itu terungkap, Tomi tetap tak mampu menghapus bayang-bayang Erika dari benaknya. Kedekatan yang dirajut selama ini begitu kuat membekas dalam dirinya. Jalinan cinta kasih begitu erat terjalin antar keduanya. Meski kini semua itu sirna bak debu yang diterpa angin kencang.

Sejak perpisahan itu, separuh jiwanya seakan pergi. Erika adalah orang terdekat dengannya yang menjadi tempat bercerita dan curhat. Erika adalah orang yang paling mengenal dan mengerti dirinya. Erika bak malaikat penyelamat yang berikan rasa tenang dan damai di setiap hadirnya. Namun kini Tomi harus menghadapi kenyataan akan kehilangan Erika untuk selamanya.

Wajar sekarang ia merasa bersalah pada Erika. Ia pun menyesal atas apa yang terjadi. Andai ada cara untuk mengubah ini semua, tentu akan ditempuhnya. Namun tak ada yang dapat ia perbuat. Semua terjadi begitu cepat. Mencampakkan dirinya dalam sebuah dilema yang berbalut gundah gulana tiada berkesudahan.

Berlarutnya masalah dengan Erika hingga kini serta kemelut rumah tangga orangtuanya ditambah tekanan BDR, semakin memperparah stres yang dialaminya. Tomi berandai kalau saja Erika mau menuruti keinginannya, tentu permasalahannya tidak akan serumit ini. Walaupun memang tidak menjamin masalah antara keduanya akan selesai di kemudian hari. Tapi setidaknya persoalan tersebut tidak berkepanjangan seperti saat ini.

Seakan menemukan kembali jati dirinya, Tomi melaju di atas motornya sore itu. Kebiasaan dulu yang sering dilakukan, sempat menghilang selama dua bulan terakhir ini. Sejak pandemi merebak, bisa dihitung dengan jari motornya keluar dari garasi. Jangankan bermotor, keluar rumah pun sangat jarang. Hidupnya seolah menciut. Tak jauh-jauh dari sekolah daring dan main hp. Terkadang mata perih, gejala rabun dekat, dan pusing, dirasakannya sebagai dampak terlalu lama menatap layar gadget selama di rumah saja.

Kebiasaan Tomi memacu motornya dalam kecepatan tinggi tak pernah pudar bahkan ketika di masa pandemi. Ada semacam sensasi yang ia rasakan setiap kali ngebut di jalanan. Sensasi itu bak candu baginya. Efek sampingnya suatu saat akan muncul dan muncul lagi. Membuatnya ketagihan untuk mencoba dan terus mencoba. Pada akhirnya sulit baginya untuk melepaskan diri.

Tak jauh dari perumahannya, ada lintasan jalan yang kerap dipakai sebagai ajang balap liar. Dianggap memiliki lintasan sempurna bak sebuah sirkuit, track jalan itu seakan magnet bagi siapapun yang ingin menjajal motornya seperti dalam sebuah balapan.

Lintasan itu dinilai punya kriteria yang lengkap dan menantang. Ada track lurus, berbelok dengan sudut yang bervariasi, menurun, dan menanjak. Kondisi yang sepi ditambah jalan yang mulus beraspal karena lintasan itu seyogyanya merupakan akses menuju kawasan industri yang ada di sekitarnya.

Tomi tidak asing lagi dengan lintasan itu. Dulu saat hobi ngebutnya kumat, ia kerap mendatangi tempat itu. Namun di masa pandemi ini, baru kali ini "penyakitnya" kambuh lagi. Berbekal helm racing putih yang telah tergantung di dinding kamarnya sekian lama ini sebagai perlengkapan keselamatan, ia melaju dengan penuh percaya diri bak seorang biker dalam balap MotoGP.

Saat melaju di atas motor, ia terngiang perkataan Ayahnya. Herdi yang mulai bekerja dari rumah hampir sebulan belakangan, punya lebih banyak waktu komunikasi dan interaksi dengan Tomi. Keduanya kerap ngobrol atau kadang makan bareng yang biasa dipesan secara online. Tampak keduanya lebih dekat dan akrab justru di saat pandemi.

Mengenai rencana setelah lulus SMA, pernah Herdi tanyakan pada Tomi. Dengan antusias Tomi menyatakan bahwa ia punya rencana untuk kuliah di luar negeri. Namun ia masih belum bisa memutuskan pilihannya apakah Australia atau Singapura. Tentunya rencana itu baru akan terwujud jika mendapat izin dari Ayah dan Bunda. Mendengar hal itu. Herdi cukup surprised. Ia menyambut baik niat anak semata wayangnya itu. Jika memang itu yang terbaik menurut Tomi, ia akan mendukung. Ia juga memotivasi Tomi agar tetap semangat meski kondisi lagi pandemi seperti saat ini.

Di suatu obrolan, secara terus terang Ayah menyinggung perihal Bunda. Ia berkata hubungannya dengan Bunda sedang diuji saat ini. Walau tak menyebut sang istri selingkuh, ia berusaha sekuat mungkin mempertahankan keutuhan rumah tangganya. Untuk menutupi maksud sebenarnya, ia hanya mengatakan mungkin Bunda sedang sibuk dengan kerjaannya. Jadi kurang perhatian pada keluarganya sendiri. Ayah mengimbau Tomi tak perlu terlalu khawatir. Nanti juga Bunda akan kembali seperti dulu lagi. Dari sini, Tomi cukup memahami kondisi keluarganya.

Meski awalnya BDR cukup membuat stres, lama-kelamaan Tomi mulai bisa menyesuaikan diri. Seiring waktu hal itu tak lagi jadi soal. Pun masalah keluarganya tidak ia risaukan lagi setelah dijelaskan langsung oleh sang Ayah. Namun yang tetap mengganjalnya hingga kini adalah masalah Erika. Persoalan itu benar-benar membebaninya. Entah sampai kapan hal itu terus berlangsung. Tak ada yang paling ia harapkan selain masalah itu segera berakhir.

Melaju dengan kecepatan penuh, tanpa disadari telah terjadi suatu peristiwa di belokan yang sebentar lagi akan dilaluinya. Tikungan itu memiliki permukaan tanah yang landai dan tergolong cukup tajam. Persis di tikungan yang mengarah ke kanan itu, sebuah truk pengangkut minyak sawit mengalami patah as belakang sehingga terbalik dan menumpahkan sebagian besar isi tangkinya ke jalanan. Akibatnya permukaan jalan beraspal itu jadi licin berlumuran tumpahan minyak.

Peristiwa truk mengenaskan itu terjadi di pagi hari. Truk langsung dapat dievakuasi setelah itu dan sudah tidak ada lagi di tempat saat siang itu. Akan tetapi bekas minyak yang tercecer itu masih membekas di jalanan. Sayangnya tanda peringatan yang dipasang sebagai pemberitahuan kondisi jalan yang licin karena tumpahan, hanya seadanya saja. Berupa tumpukan batu, kayu dan papan bekas serta ranting tanaman yang ditaruh di tengah jalan dengan maksud agar para pengendara berhati-hati saat melintasi jalan itu.

Naas bagi Tomi. Tak terlalu menangkap maksud dari tumpukan yang dipasang, ia menganggap hal itu bukan apa-apa. Walau sudah mengurangi kecepatan motor, kondisi jalan yang licin ditambah tikungan yang menurun dan agak curam, membuat motor tidak dapat berjalan dengan stabil. Tomi yang kaget tak mampu mengendalikan motor yang mulai oleng sehingga akhirnya jatuh tergelincir di atas jalan yang masih berminyak.

Motornya terhempas dan terguling beberapa meter keluar dari bahu jalan. Sementara itu, Tomi terpental ke arah yang berbeda dari motornya. Dirinya sempat melayang beberapa saat sebelum akhirnya jatuh dengan kaki kiri duluan mendarat di tanah liat yang keras lagi gersang.

Terdengar suara krak seperti ada sesuatu yang patah. Badannya sempat terguling-guling beberapa kali sebelum kemudian terhenti di dekat semak belukar. Sempat terdengar suaranya mengerang sebentar lalu menghilang.

Dalam kondisi kritis itu, jiwa Tomi seakan masuk ke dimensi lain. Bagai terbangun dari mimpi buruk, Tomi coba membuka matanya. Penglihatannya buram. Hampir seluruh bagian tubuhnya merasakan sakit. Namun yang paling parah adalah bagian bahu kanan dan paha kiri. Keduanya tak mampu digerakkan dan tidak berfungsi sebagaimana mestinya.

Rasa haus begitu menggerogotinya. Tak jauh darinya terdapat sebuah telaga. Coba bangkit dan berdiri dengan susah payah. Dengan tenaga yang ada, ia berusaha melangkah kesana walau tertatih. Setelah berjuang keras, sampailah ia di sisi telaga yang indah nan tenang itu. Airnya begitu jernih dan bersih. Siapapun pastinya tak bisa menahan diri untuk merasakan kesegaran air di telaga itu.

Bak musafir haus di tengah padang tandus, ia langsung menciduk air telaga itu beberapa kali dengan menggunakan telapak tangan kirinya. Ia minum sepuas mungkin. Lalu membasuh muka juga kepalanya. Tak hanya redakan haus tapi juga segarkan tubuhnya luar maupun dalam. Dan seketika keajaiban pun terjadi. Pandangan matanya menjadi begitu jelas dan tajam. Rasa sakit dan nyeri di seluruh badannya hilang. Bahu dan pahanya sudah kembali normal. Ia sendiri merasa tak pernah sesehat dan sebugar itu.

Memandang apa yang ada di sekitarnya, ia baru tersadar. 


Oh, dimana gerangan ini?

Mengapa semua tampak berbeda?

Bukan seperti dunia yang biasa ku temui

Terasa asing tapi begitu tenang dan damai


Semua terlihat sangat indah dan memesona

Sejuk dan sedap dipandang mata

Lihat selengkapnya