Dua malam itu Herdi menginap di rumah sakit menunggu Tomi pasca operasi. Sebelumnya Herdi dan Martha sudah membuat pembagian jadwal antara keduanya. Herdi kebagian jadwal malam sementara Martha siang. Karena harus bekerja kembali, keduanya merasa perlu mencari orang untuk menggatikan mereka dalam mengurus Tomi selama masa pemulihan.
Herdi lalu mengontak Bi Imah, pengasuh Tomi dulu. Ia minta tolong kepadanya untuk mencarikan orang yang dapat menjaga dan merawat Tomi selama di rumah sakit dan setelahnya. Bi Imah lalu menyarankan adiknya, Bi Umi, yang kemudian menyanggupi hal tersebut. Herdi dan Martha setuju dengan usulan itu.
Bi Imah yang dihubungi Herdi, begitu terkejut mendengar apa yang terjadi pada Tomi. Kepada Herdi, ia menyatakan kesedihannya yang mendalam atas kejadian yang menimpa Tomi. Ia mendoakan agar Tomi diberi kesehatan kembali dan dapat beraktivitas kembali seperti semula. Ia juga tak lupa mendoakan Herdi dan Martha agar diberi kesabaran dalam menerima dan menjalani cobaan tersebut. Ia mengungkapkan keinginannya untuk menjenguk Tomi suatu saat nanti kalau saja masalah kesehatan tidak menghambatnya.
Hari itu, Bi Umi datang dari kampung diantar oleh anaknya Bi Imah yang dulu biasa mengantar Bi Imah sewaktu masih kerja di keluarga Herdi. Herdi sangat berterima kasih kepada Bi Umi karena sudah mau datang dan membantu keluarganya. Setelah beristirahat semalam di rumah Herdi, Bi Umi diantar ke rumah sakit keesokan harinya.
Herdi sendiri belum pernah bertemu Bi Umi sebelumnya. Namun ia tahu keluarga besar Bi Umi. Usianya tiga tahun lebih tua dari Herdi. Sosoknya mengingatkannya pada Bi Imah karena ada kemiripan wajah dan fisik antara keduanya. Bi Umi adalah adik bungsu Bi Imah. Diantara mereka berdua ada seorang saudara laki-laki.
Saat Bi Umi tiba, kondisi Tomi mulai berangsur normal pasca operasi. Perkembangan Tomi cukup progresif menurut tim dokter ahli. Responsnya terhadap orang di sekitarnya mulai bagus. Motoriknya sudah mulai berangsur membaik. Walau masih mengenakan selempang, bahu kanannya mulai terasa luwes. Ia mulai belajar berdiri dan berjalan meskipun masih memakai tongkat. Meski awal agak gemetaran, lama-kelamaan ia mulai terbiasa. Perawat sesekali membawanya keluar kamar untuk berjemur dengan menggunakan kursi roda.
Sejak kedatangan Bi Umi, Herdi dan Martha bisa fokus kembali bekerja. Meski bekerja, keduanya selalu memantau perkembangan Tomi melalui Bi Umi. Sehabis kerja keduanya secarabergantian menyempatkan diri menengok sambil membawakan makanan atau buah untuk Tomi juga Bi Umi. Bagi keduanya, peran Bi Umi penting sekali dan sangat membantu di saat bersamaan energi dan emosi mereka begitu terkuras. Keduanya merasa beruntung dan berutang budi pada Bi Umi di masa krusial itu.
.......
Merasa malam itu akan tenang setelah dua malam sebelumnya begadang di rumah sakit, Herdi dihadapkan pada kenyataan lain yang sangat memukul dirinya. Bak gelombang tsunami menghantam pesisir pantai, Martha pulang kerja dengan mengharu-biru. Tak kuat menahan tangis, ia mengabarkan perihal Evi yang datang menemuinya di kantor siang itu.
Berusaha mengendalikan keadaan, Herdi menyodorkan segelas air minum ke Martha seraya berkata, "Coba Bunda tenangkan diri dulu. Kalau sudah tenang, coba ceritakan dengan baik ada apa sebenarnya."
Mendengar penjelasan Martha, Herdi seperti kehilangan kata-kata. Mengingat baru saja peristiwa naas yang menimpa Tomi, kini muncul lagi masalah baru yang tak kalah hebat dan berat. Antara percaya dan tidak namun ia tetap berpikir serasional mungkin. Ada keraguan meliputi dirinya dan mempertanyakan hal itu.