Diki menjenguk ke rumah sakit untuk pertama kali saat operasi pada Tomi selesai dilakukan. Sore itu ia ditemui Herdi di lobby karena tidak diperbolehkan ke dalam. Ia bertemu Herdi tidak terlalu lama karena ia mengerti bagaimana keadaan Herdi saat itu. Beberapa kali telepon masuk saat ia sedang ngobrol dengan Herdi. Sebelum Diki datang, siang itu sudah ada beberapa teman dan rekan kerja Herdi yang menyempatkan diri berkunjung.
Herdi tampak senang dan berterima kasih atas kedatangan dan simpati Diki. Dengan tegar, ia menceritakan bagaimana kronologi kecelakaan motor tunggal yang dialami Tomi. Setelah musibah itu, ia sangat shock dan panik. Namun berkat doa dan dukungan dari banyak pihak, ia dan Martha merasa seperti diberi kekuatan lebih untuk menjalani semua itu. Ia bersyukur operasi sudah selesai dan berjalan sesuai dengan harapan. Pasca operasi, kondisi Tomi stabil meski masih dirawat di ruang ICU.
Di kesempatan yang singkat itu, Herdi sempat menanyakan pekerjaan pada Diki. Dengan terus terang, Diki mengaku belum menemukan pekerjaan yang cocok sejauh ini. Menurutnya, banyak perusahaan saat ini terdampak pandemi sehingga dengan sengaja tidak membuka lowongan kerja. Jangankan mau merekrut, mempertahankan karyawan yang ada saja mungkin sangat berat. Malah banyak yang berakhir seperti dirinya.
Diki lalu bercerita baru-baru ini ia dari pulang kampung karena diminta ibunya. Tak disangka, sang ibu mau menjodohkannya. Ia kaget dengan keinginan itu. Tapi ia memakluminya dan tetap menghargai iktikad baik sang ibu. Ia tidak menolak secara frontal karena takut menyakiti perasaan ibunya.
Menyimak cerita Diki itu, Herdi lalu memberi respons. Menurutnya, tindakan Diki yang menolak niat sang ibu secara halus itu, sudah tepat. Ia rasa ibunya juga mengerti dengan kondisi Diki.
Herdi kemudian menyambung ceritanya perihal hubungannya dengan Martha yang berangsur membaik setelah peristiwa tragis yang menimpa anaknya. Seolah menjadi titik balik, musibah itu tak disangka mempercepat rekonsiliasi dirinya dan Martha meski dalam kondisi yang begitu berat dan sulit diterima keduanya.
Herdi sangat mensyukuri keputusan yang dulu ia buat. Bahkan Diki sendiri menjadi saksi dari apa yang pernah ia putuskan itu. Dan sekarang keputusan itu membuahkan hasil. Diki menyambut gembira saat mendengar hal tersebut.
Di akhir pertemuan, Diki kembali menyatakan niatnya untuk membantu mengurangi dan meringankan masalah yang dihadapi Herdi. "Andai ada yang dapat saya perbuat, tinggal katakan saja ke saya. Tak usah ragu," katanya kepada Herdi.
Di kunjungan kedua, Diki diminta langsung ke ruang 602 seperti yang sudah diberitahukan Herdi sebelumnya. Kebetulan rumah sakit itu bukan termasuk rujukan bagi pasien pengidap penyakit C19. Meski begitu prokes tetap diterapkan dengan ketat. Setiap pengunjung mesti diukur dulu suhu tubuhnya sebelum diizinkan masuk. Setelah lulus cek suhu tubuh, Diki bergegas menuju lift lalu naik ke lantai enam.
Menenteng sekantong plastik berisi apel, Diki masuk ke ruang itu. Disambut ramah oleh Herdi, ia dipersilahkan masuk. Disana ia bertemu dengan Martha untuk pertama kali. Ia menyapanya. Selama ini sosoknya hanya ia ketahui dari cerita Herdi. Baginya, meski sudah berumur, pesona Martha tidak luntur. Itu sebabnya ia masih "diminati" oleh kaum Adam. Ia juga melihat Bi Umi, orang yang dipercaya untuk menjaga dan merawat Tomi selama masa pemulihan. Tak lupa juga ia sapa.
Di momen itu, Diki bertemu Tomi untuk yang pertama kalinya. Ia menyaksikan Tomi sudah mampu berdiri dan bisa berjalan meski dengan menggunakan alat bantu berupa tongkat. Tomi yang disapa Diki, memberi respons dengan tersenyum sambil berkata, "Terima kasih sudah datang." Mendengar itu, semua orang di ruang itu jadi malah terharu. Coba hidupkan suasana, Diki balik membalas, "Semoga cepat pulih ya, Tom!"
Diki lalu diajak Herdi keluar menuju ujung koridor yang terdapat tempat duduk. Diki merasa ada yang aneh pada diri Herdi. Meski ada kemajuan cukup pesat pada fisik Tomi, Herdi terlihat biasa saja. Tidak seperti di kunjungan sebelumnya. Itu membuatnya heran. Tapi ia masih ragu dengan dugaannya itu dan coba mengabaikannya.
Menantikan pertemuan itu, Herdi langsung membidik sasaran tembaknya. Sambil berjalan ke arah ujung koridor, Herdi berkata, "Dik, terima kasih ya sudah mau datang lagi."
"Bukan apa-apa, Pak!" jawabnya.
"Saya senang melihat Tomi tadi," lanjutnya.