Kalut

Abe Ruhsam
Chapter #39

Pembuktian Diri

Dalam mimpinya, dua wanita itu kembali mendatangi Diki. Si wanita yang tak lain adalah Sinta, ibunya Diki, ditemani oleh seorang wanita lain. Seakan sengaja ingin menyembunyikan identitasnya, wanita itu mengenakan mantel panjang dan juga penutup kepala. Wajahnya tidak terlihat jelas. Hanya tampak rambutnya yang panjang hitam tergerai ke depan.

Sinta melambaikan tangan ke arah Diki. Balas melambaikan tangan, Diki lantas menghampirinya. Si wanita di sebelah Ibu hanya diam bak patung porselen pajangan rumah dengan kepala tertunduk. Satu-satunya ucapan yang keluar dari mulut Ibunya adalah "jaga dia" sambil melirik ke arah si wanita. Tanpa sempat ditanya lebih jauh, Ibu sudah berlalu dari hadapan Diki.

Kini tinggal dirinya dan si wanita itu. Tiada kata terucap antara keduanya. Hanya keheningan meliputi. Keresahan melanda sukma. Kegelisahan mendera jiwa. Dan kesunyian itu semakin mencekam. Saat ketidakberdayaan itu membuncah, ia teringat pesan ibunya untuk menjaga si wanita. Demi amanat itu, ia akan tetap bertahan sampai kapanpun.

Terbangun dari mimpi itu, Diki tersadar dengan keringat di sekujur tubuhnya. Kebetulan udara malam itu terasa cukup gerah di kamar kosnya. Ia bangkit menyalakan kipas angin lalu duduk sambil mengingat kembali memori mimpinya yang tersisa. Ia baru menyadari mimpinya yang barusan tidak jauh beda dengan beberapa mimpi sebelumnya. Mimpi itu berulang-ulang seperti hendak memberitahunya sesuatu.

Dalam mimpi itu Ibu mendatangi Diki bersama seorang perempuan misterius yang tidak dikenalnya. Namun Ibu memintanya untuk menjaga si perempuan. Diki merenung apa makna mimpi itu. Apa maksud perkataan Ibu itu? Apakah ini merupakan pertanda? Tapi ia tak mau buru-buru menyimpulkan jika mimpi itu mungkin berkaitan dengan permintaan Herdi padanya.

Lihat selengkapnya