Kalut

Abe Ruhsam
Chapter #41

Restu Dari Sang Ibu

Malam itu juga Diki dikabari Herdi yang telah dihubungi pihak keluarga perempuan dan mendapat respons positif tentang rencana pernikahan itu. Kepada Herdi, mereka meminta waktu pernikahan diselenggarakan hari Sabtu dua minggu lagi. Sekarang Herdi ingin menanyakan lebih lanjut hal itu pada Diki. Bagi Diki tidak ada masalah. Ia menyatakan siap di waktu tersebut.

Bak pelari sprinter, tongkat estafet itu terakhir diterima oleh Ibunya Diki, Sinta. Diki menelepon sang ibu keesokan paginya. Mengabarkan bahwa dirinya akan menikah dua minggu lagi. Kaget bukan kepalang, Sinta sama sekali tidak percaya apa yang ia dengar. Malah menganggapnya bercanda.

Tidak menyalahkan reaksi ibunya, Diki menanggapi santai saja. Ia berkata, "Ya, sudah. Nanti Ibu tinggal terima saja undangannya. Secepatnya Diki share."

Mendengar hal itu, Sinta baru menganggapnya serius. Diki memaklumi perasaan ibunya karena kabar itu datang begitu mendadak. Ia pun mulai bercerita tentang apa yang sesungguhnya terjadi. Sinta menyimak penuturan Diki yang panjang lebar dengan saksama. Sesekali ia bertanya dan langsung dijawab Diki dengan tuntas.

Sinta tidak menyalahkan jika Diki memutuskan untuk menikah meski kondisinya tidak lazim seperti itu. Namun ia masih belum bisa percaya anaknya itu dengan sukarela mengambil langkah yang tidak mudah itu. Jelas muncul perasaan khawatir dalam dirinya lantaran keputusan itu sangat riskan dan berisiko besar.

Tapi ia pun menyadari jika memang Diki dihadapkan pada pilihan yang serba salah. Anggap saja Diki menolak tawaran itu. Apakah nanti hidupnya akan tenang dan dapat melupakan semua itu? Apakah tidak mungkin muncul rasa penyesalan di sepanjang hidupnya karena tidak menerima tawaran itu? Ataukah malah justru sebaliknya. Pilihan ini pun juga sama riskan dan risikonya. Dan pada akhirnya, hal itu seperti takdir yang sulit dihindari dan harus dijalani Diki.

Bukanlah Diki jika sudah memutuskan sesuatu, pantang baginya menjilat ludahnya sendiri. Itu sudah jadi prinsip hidup yang ia pegang. Dengan segenap hati, ia meyakinkan ibunya. Diki yang sudah bertekad bulat, mengharap doa restu dari sang ibu. Juga mengharapkan kehadiran Ibu dan adiknya di hari dimana ditunaikannya janji diri sepenuh jiwa dan hati.

Tak ada alasan lagi bagi Ibu untuk tidak mendukung sang anak. Baginya, Diki telah melakukan sesuatu yang baik, besar, dan berani. Dengan sadar dan rela, Diki berkorban demi kepentingan orang lain dalam rangka menyelamatkan kehormatan dan harga diri mereka. Ibu bangga dengan keputusan dan keberanian anaknya itu. Ia selalu mendoakan yang terbaik bagi Diki seperti yang telah ia lakukan selama ini. Tak sabar rasanya ia ingin menyaksikan sang anak duduk dipelaminan tanpa pernah ia sangka semendadak ini sebelumnya. 


Lihat selengkapnya