Enam bulan kemudian
Sebuah city car melaju melewati gerbang masuk sebuah perumahan di sore itu. Tak lama berselang, mobil itu berhenti di depan sebuah rumah bergaya minimalis. Kemudian perlahan si pengemudi menyetir mobilnya masuk ke car port dan memarkirnya. Turun dari mobil itu seorang laki-laki yang mengenakan masker, menenteng tas belanja. Ia disambut seorang perempuan yang meraih tas tersebut lalu kembali masuk ke rumah.
Bagi Diki, semua berubah setelah pernikahan itu. Ia seperti masuk ke jalur fast track. Hanya dalam hitungan bulan, hidupnya berubah total. Dulu ia bukan apa-apa dan siapa-siapa. Kini ia bisa dibilang sudah mapan secara material dan finansial. Pun secara status sosial jadi lebih terpandang. Bak hidup dalam mimpi, sebuah kondisi yang tidak pernah ia sangka-sangka akan terjadi pada dirinya.
Sebenarnya apa yang ia lakukan waktu itu adalah tulus tanpa pamrih. Semata-mata ingin membantu Herdi sebagai seorang sahabat. Ia hanya melakukan apa yang ia bisa dan menurutnya baik dan berguna. Apa yang ia peroleh kemudian, itu sudah diluar keinginannya. Baginya, itu hanyalah bonus dari apa yang telah ia putuskan.
Sebuah rutinitas harian yang dulu sempat menghilang, kini ia lakukan kembali. Ia sudah kerja lagi sebulan menjelang kelahiran sang anak. Itu sebabnya ia suka bilang ke banyak orang, "rezeki anak." Ia kerja di sebuah perusahaan developer properti yang merupakan mitra kerja dari perusahaan tempat Herdi bekerja. Memanfaatkan koneksi yang dimiliki Herdi, Diki "dititipkan" di perusahaan itu. Entah bagaimana bisa begitu, Diki sendiri tidak tahu. Semua yang mengurus Herdi. Pokoknya ia diminta langsung kerja saja.
Hidupnya kini gak neko-neko lagi. Selain kerja, fokusnya kini keluarga. Usai jam kerja, ia langsung pulang ke rumah. Ia tidak mau menyia-nyiakan istri dan anaknya yang menanti di rumah. Apa yang Ia lihat dan pelajari langsung dari sang bapak mertua, sedikit banyak memengaruhinya dalam memandang masalah pekerjaan dan keluarga.
Rumah itu baru mereka tempati tak lama sesudah pernikahan sebagai kado dari Herdi bagi kedua pengantin baru. Dengan menyerahkan sertifikat rumah itu langsung dari Herdi yang disaksikan Martha, rumah itu sah milik Diki sepenuhnya. Diki tak tahu bagaimana berterima kasih kepada Herdi. Namun Herdi yang malah balik berterima kasih pada Diki atas apa yang sudah ia perbuat.
Giliran Papa dan Mama Erika tak mau ketinggalan. Mereka berinisiatif melengkapi barang dan fasilitas di rumah baru itu. Untuk itu, mereka menyerahkan sepenuhnya pada Erika untuk memilih dan menata desain interior dan eksterior berikut furniture dan perabotannya. Jadilah semuanya selera Erika. Meski begitu, Diki sih oke saja. Ia menilai Erika punya cita rasa yang lebih bagus daripadanya. Lagipula, nantinya Erika yang lebih banyak di rumah. Jadi harus dibuat senyaman mungkin.
Di awal setelah pernikahan, hubungan Diki dan Erika tergolong unik. Dulu tidak kenal dan asing satu sama lain, kini keduanya bersama dalam satu rumah. Canggung dan kikuk sempat mewarnai hari-hari awal mereka. Karena beda usia empat tahun, Erika memanggil Diki "kakak" di awal pernikahan. Karena panggilan itu, Diki balik memanggil "adik" ke Erika. Baru setelah sang anak lahir, keduanya saling memanggil bapak dan bunda.
Sejak menikah, Diki coba mengubah image dirinya menjadi sosok yang baru. Dulu kemayu, kini ia tampil selaki mungkin. Untuk mendukung hal itu, ia coba memanjangkan kumisnya yang biasanya klimis. Suaranya dibuat se-ngebas mungkin. Dan seluruh gesture tubuhnya dibuat se-manly mungkin.
Erika yang tak mengenal sejarah Diki dulu, tidak terlalu peduli dengan perubahan itu. Pada awalnya memang tidak mudah baginya menerima kehadiran Diki karena seperti sim salabim tahu-tahu ia muncul dalam hidupnya. Tapi karena keadaan, ia coba membuka pintu hatinya untuk Diki.
Walaupun Diki tidak pernah pacaran sama sekali sebelumnya, ia dapat dengan mudah diterima Erika karena sifatnya yang supel dan gaul. Ia baru merasakan pacaran saat bersama Erika. Perlahan-lahan getar-getar perasaan itu mulai terasa. Sedikit demi sedikit tumbuh rasa sukanya pada Erika. Hingga akhirnya ia benar-benar jatuh cinta kepadanya.
Hari demi hari, mereka terus berusaha mengenal satu sama lain. Menemukan kesamaan. Memahami perbedaan. Menyatukan langkah. Merajut hidup bersama. Membangun mahligai rumah tangga seutuhnya. Tak ada yang disesali dari kebersatuan itu. Seolah semesta raya telah menjodohkan mereka berdua. Diki merasa beruntung dipertemukan dengan Erika dan demikian pula Erika.
Sebuah puisi lukiskan bagaimana perasaan di hati Diki terhadap Erika berjudul "Untukmu Seorang".
Tak pernah ku sangka
Hadirmu dalam duniaku
Hembuskan napas baru
Jadikan hidupku lebih bermakna
Dirimu hadiah terindahku
Walau dulu pernah terluka
Kau tetap permata hatiku