Sabtu itu hampir tidak berbeda dengan sabtu-sabtu sebelumnya. Terdengar nada dering handphone berbunyi. Secepat kilat hp mungil lipat itu diraihnya. Dari mulutnya keluar jawaban singkat. "Oke. Aku berangkat. Bye!" ucapnya dengan mesra.
Tak lama kemudian, seorang wanita turun menapaki anak tangga berundak dan mengulir. Perawakannya tinggi semampai dengan rambut hitam tergerai sebahu. Walau tidak muda lagi, penampilannya masih tetap segar dan menarik. Tampak dirinya tergesa-gesa namun langkah kakinya penuh kehati-hatian.
Hari itu, pakaian, make up, asesoris hingga aroma parfumnya begitu memikat tak kalah dari hari-hari lainnya. Maklum saja, Martha adalah seorang wanita karir berusia 39 tahun yang memiliki posisi penting dan strategis di sebuah bank ternama di Jakarta. Meski hampir berkepala empat, Martha masih tetap memancarkan pesona dan keanggunannya yang tidak pudar bagi siapapun yang memandangnya terutama bagi kaum Adam.
Di meja makan, Herdi, sang suami, sedang asyik dengan gadget-nya sambil menikmati sarapannya sendirian. Herdi adalah seorang pegawai di sebuah perusahaan internasional yang bergerak di bidang jasa konstruksi. Berusia dua tahun lebih tua dari istrinya, Herdi dulunya kakak tingkat Martha ketika kuliah. Mereka bertemu di kampus. Seiring waktu, tumbuhlah perasaan cinta diantara keduanya.
Ketika masih di bangku kuliah, Martha dan Herdi dianggap sebagai pasangan ideal karena keduanya memiliki kepribadian menonjol dan prestasi cemerlang. Saat mereka sudah berkeluarga, banyak hal yang mereka capai dalam waktu yang cukup singkat. Kesuksesan dalam karir, materi, relasi ditambah kehadiran seorang anak menjadikan mereka sebagai sebuah keluarga yang lengkap, bahagia, dan nyaris sempurna.
Namun kondisi tersebut bertolak belakang dengan keadaan beberapa bulan terakhir ini. Mereka berdua sudah enggan bicara satu sama lain. Mereka berusaha sebisa mungkin menghindari adu mulut yang tidak berkesudahan serta menguras emosi dan tenaga. Seperti yang pernah terjadi beberapa kali diantara mereka.
Diperparah lagi, sudah sekian lama mereka sudah tidak sekamar lagi alias pisah ranjang. Keretakan hubungan ini makin lama makin buruk. Tak seorang pun dari mereka berdua tahu sampai kapan kondisi seperti itu akan bertahan. Keduanya hanya bisa melaluinya dengan pasrah dan mengalir begitu saja. Dan menyerahkan sepenuhnya pada takdir yang akan membawa mereka.
...........
Sungguh berat bagi Tomi, anak semata wayang Herdi dan Martha, menerima kenyataan yang terjadi dalam keluarganya. Baru menginjak usia 17 tahun, Tomi adalah potret remaja anak mama. Apa yang diinginkannya dapat terpenuhi dengan mudah. Perawakannya tinggi dan besar untuk anak seumurnya namun jiwanya masih labil dan sifat kekanakannya terkadang masih terlihat.
Tumbuh sebagai pribadi yang introvert, penyendiri, sensitif, dan posesif, Tomi sebenarnya kecewa dan marah dengan kondisi yang terjadi di rumahnya. Namun, tak ada yang dapat ia perbuat. Di masa sulit itu, ia semakin intens dengan Erika sebagai pelariannya. Tidak hanya menelepon dan mengobrol di WA, Tomi kerap kali menemui Erika setiap ada waktu dan kesempatan.
Erika adalah kakak kelas Tomi sewaktu SMA. Ia ikut mengospek Tomi pada masa orientasi siswa baru. Meski Erika berada di tahun terakhir ketika Tomi baru masuk sekolah namun dari segi umur, mereka hanya terpaut beberapa bulan saja. Dari sinilah mereka bertemu, berkenalan, dan menjalin hubungan hingga saat ini walapun Erika sudah lulus dan melanjutkan kuliah.
........