Kamar Bernapas

Imajiner
Chapter #14

Bagian 12: Last Stages Of Dreams

HARI KELIMA

Aku lagi-lagi terbangun setelah kembali bermimpi. Berbeda dengan sebelumnya, mimpi ini tidaklah horror atau semenakutkan malam sebelumnya.

Aku memeriksa jam dan melihat sudah menunjukkan pukul empat pagi. Aku lantas menyalakan lampu kamar dan berdiri dari kasur untuk segera beribadah.

Kuceritakan seingatku tentang mimpiku tadi.

***

Lagi-lagi aku bertemu dengan mendiang Eyang kali ini entah di mana, lokasinya tidak berada di rumah ini, yang jelas seperti di suatu pulau terpencil karena ada pantai di sana.

Dimimpiku kali ini cuma ada aku dan eyang, bahkan eyang pun bisa berjalan normal, terlihat wajahnya pun masih muda dan cerah, persis ketika aku pertama kali menjumpainya ketika lahir di dunia ini.

Kami berjalan di pinggiran pantai, terdengar desiran ombak yang silih berganti menyapu daratan. Kami pun saling bicara, bedanya kali ini dengan Bahasa Indonesia, bahasa yang lebih kupahami.

"Berarti berapa tahun kamu tinggal disana?" tanya eyang.

"Sekitar dua tahun yang."

"Lama juga, tapi apapun itu. Eyang yakin itu semua murni dari pemikiranmu yang matang nduk."

"Iya yang, Tissa juga senang kok kuliah di sana."

Eyang mengangguk, kemudian membalas,

"Harus pandai pilih teman, di sana budayanya berbeda dengan di sini. Jadi harus hati-hati nduk."

"Iya yang."

"Terus, kamu sudah punya gandengan?"

"Gandengan tuh apa yang?" tanyaku bingung.

"Gandengan itu pacar nduk."

Aku tertawa mendengar jawaban eyang itu, lalu membalas,

"Oh pacar, Tissa kira truk, soalnya gandengan."

Lihat selengkapnya