Bus berhenti di daerah Warangtamean. Seorang nenek turun dari bus, dia berjalan jauh untuk sampai ke rumahnya.
Rumahnya sangat jauh, jauh sekali. Bahkan jauh dari pusat keramaian ataupun rumah warga lainnya.
Setibanya ia di rumah ia langsung disambut oleh suaminya..
"Pripun tugasmu?"
(Gimana tugasmu?)
"Pun rampung, niki enten getih e ning tisu" ujar nenek tua itu memberikan seuntai tisu yang terbungkus plastik.
(Sudah selesai, ini ada darahnya di tisu.)
"Pelet?"
"Rampung." ujar nenek itu singkat lalu pergi ke dalam kamar.
(Sudah.)
***
Malam harinya, di rumah tersebut...
"Piye? Awakmu yakin arep nglakoni iki?"
(Bagaimana? Kamu yakin akan melakukan ini?)
"Nggih mbah, kulo sampun yakin." ujar seorang pria.
(Iya Mbah, saya yakin.)
"Ngerti resikone?"
(Tahu resikonya?)
"Ngertos mbah." kembali jawab si pria tersebut.
(Iya Mbah.)
"Nggih pun bakal tak lakokke saiki."
(Baiklah, akan saya lakukan sekarang.)
Ternyata rumah ini adalah rumah milik orang pintar sakti yang bernama Mbah Muryi. Mbah Muryi tengah melakukan ritual untuk memanggil arwah orang yang telah meninggal untuk dimasukkan ke dalam mimpi seseorang.
Mbah Muryi lantas membakar sesajennya di mejanya, terlihat ada bekas tisu dengan bercak darah yang istrinya pungut ketika berada di bus.
***
"Sopo jenenge bapakmu?" tanya Mbah Muryi sambil komat-kamit.
(Siapa nama bapakmu?)
"Jenen... Jeneng.. Jenenge pun...."
(Nam.. Nama.. Namanya...)
Ada jeda menunggu karena pria tersebut terlihat merasa tidak yakin.
"Sopo!!" teriak Mbah Muryi keras.
(Siapa!!)
"Wal.. Wal... Waluyo Supitro.."
Ternyata pria tersebut adalah Fandi. Anak kedua dari mendiang Waluyo.
"Tirukke mantra sing tak sebut.." ujar Mbah Muryi kepada Fandi.
(Ikuti mantra yang saya sebut..)
Dengan mata tertutup sambil memegang tangan Mbah Muryi, Fandi mengikuti bacaan mantra Mbah Muryi dengan terbata-bata. Terlihat sesajen yang memisahkan posisi Mbah Muryi dan Fandi terbakar dengan asap yang pekat.
Ternyata salah satu sesajen yang berupa tisu dengan bercak darah tersebut adalah tisu milik Tissa yang dipungut oleh nenek yang duduk disebelahnya di dalam bus. Nenek tersebut merupakan istri dari Mbah Muryi.