"Kami sudah kembali dari RSRM Melati," pesan singkat Rendi kepada Rafles.
"Siapa pasien narasumbernya?"
"Belum diberitahu. Tapi, sudah mendapatkan izin."
Rafles mengatur cepat rencananya dengan Rendi. Dia harus menghentikan wawancara itu. Tujuan Rafles menghalangi Rara untuk bertemu dengan Intan, istrinya. Dia akan dicap ayah paling hina jika Rara mengetahuinya.
Keringat dingin Rafles berkucuran. Dia sibuk berpikir menyusun strategi bersama Rendi. Gelas air putih di mejanya sudah beriak tanda meja itu sedang memberontak. Rafles terus mengetik pesan di ponselnya.
Dengan muka yang sudah mulai merah padam, Rafles melonggarkan dasinya. Lalu, membuka jasnya dan melemparkan ke kursinya. Rafles berdiri dan berjalan bolak-balik tanda dia panik.
Beberapa saat kemudian, ponsel Rafles berdering. Badri melaporkan kalau ada wartawan MMI News yang datang tadi. Mereka ingin meliput profil RSRM Melati. Badri juga menyampaikan kalau Andri menyetujuinya.
"Andri keparat!" kesal Rafles,"saya akan langsung berbicara dengannya."
Telepon itu ditutup. Rafles mengambil kembali jasnya dan menuju parkiran mobil. Dia menolak untuk diantar sopir pribadinya. Kunci mobil itu ditarik cepat dari tangan Jalu. Jalu keheranan melihat tingkah Rafles.
Tanpa disengaja, Gerry melihat Rafles mengemudi mobilnya sendiri. Mobil pemancar Gerry baru saja memasuki gerbang MMI News. Gerry mengikuti arah mobil Rafles dengan sudut matanya. Rara hanya sibuk berpikir tentang kejadian di rumah sakit.
Setelah selesai memarkir mobil pemancar, Rendi mengunci remnya. Dia turun diikuti Rara yang berada di kursi belakang. Rara langsung memasuki lobi MMI News. Melihat tingkah Rara, Gerry mencoba menahannya. Rara hanya diam melepaskan tangan Gerry.
"Tunggu, Ra. Aku mau bicara."
Rara masih diam. Dia hanya berhenti tanpa menoleh sama sekali ke arah Gerry. Dengan sedikit canggung, Gerry mengajak bicara Rara di antara celah parkiran mobil.
"Aku tahu kamu kesal, tapi aku yakin kamu akan paham akhirnya. Sekali pun aku mengorbankan diriku."