Jalanan terlihat berdebu. Panas matahari terik sekali.Suara ban mobil pemancar MMI sedikit berbunyi dan lengket ke aspal. Dia berteriak karena sering di rem mendadak oleh Ramli sebagai sopir mobil pemancar khusus. Memang gerah sekali hari itu mewakili hati Indah yang duduk di samping Niko.
Indah sibuk memainkan ponselnya. Setiap dua menit dia mengganti lagu yang diputarnya di aplikasi musik. Tiap sebentar pula dia memandang keluar jendela. Hatinya gelisah. Raut wajahnya sedikit tegang dan gusar.
Melihat gerak-gerik Indah, Niko mulai tak nyaman. Dia menatap wajah Indah. Pikiran Niko sedikit negatif. Entah apa yang membuat Indah gelisah. Dia mulai penasaran.
"Hoi, kenapa? Sakit?" pukul Niko lembut di bahu Indah.
"Eh, hmm. Enggak, kok," jawab Indah.
"Lalu kenapa? Gelisah amat," tanya Niko lagi.
Indah tidak serta merta menjawab pertanyaan Niko. Dia tetap pada suasana hatinya saat itu. Dia hanya melihat Niko dari sudut matanya. Dia berusaha untuk terlihat baik-baik saja.
Tangan Indah kembali gemetar memegang ponselnya. Keringat dinginnya berkucuran. Dia bergerak mengatur pantatnya. Sesekali dia menutup ponselnya. Dia tak mau diketahui Niko. Namun, Niko sudah mulai curiga.
"Kamu sakit?" tanya Niko kembali.
"Enggak. Cuma aku agak kurang enak badan," jawab Indah sekenanya.
"Kamu mau pulang atau lanjut?"
"Lanjut aja. Nggak apa-apa, kok."
Mobil pemancar itu berbelok menuju posko pemenangan Sanjaya yang menjadi calon presiden. Indah dan Niko turun dari mobil. Mereka melihat suasana sekitar gedung partai itu. Salah satu partai pendukung menyediakan tempat untuk dijadikan posko di sana.
Mereka melangkahkan kakinya ke lobi. Bertemu satpam yang berseragam lengkap partai. Mereka diperiksa dan disensor. Selesai itu, satpam mengarahkan ke ruangan posko pemenangan Sanjaya. Niko mencoba menghafal setiap sudut ruangan yang dia lewati. Sesuai pesan Gerry, semua hal yang berhubungan dengan berita pemenangan harus diliput dan diperhatikan.