"Ayo turun. Ngapain lagi di dalam? Mau lempar aku lagi?" ledek Gerry kepada Rendi.
"Apaan, dah. Biasa aja, Bro," balas Rendi cengengesan.
Rara semakin kesal dengan wajah Rendi. Dia semakin curiga. Kali ini, dia harus mulai menyelidikinya pelan-pelan. Rara, Gerry, Andi, dan Rendi memasuki lobi rumah sakit. Mereka berjalan beriringan. Di bagian belakang, ada Andi dan Rendi. Di bagian depan ada Rara dan Gerry.
Gerry sudah mengarahkan timnya sejak di kantor MMI News tadi. Saat ini, mereka hanya menjalankan tugas saja. Kecuali Rendi yang mendapatkan tugas tambahan dari Rafles untuk membaca gerak-gerik Gerry dan Rara.
Lobi rumah sakit hari itu mulai sepi. Jadwal kunjungan harian pasien sudah berakhir. Hanya ada beberapa dokter dan perawat yang lalu-lalang untuk mengecek pasien dari kamar ke kamar. Mereka sibuk dengan stetoskop dan sesekali memegang infus pasien yang dirawat karena penyakit bawaannya.
Beberapa bungkus obat penenang pasien yang gangguan psikis keras juga sudah disiapkan di sudut ruang pos perawat. Itu gunanya untuk berjaga-jaga jika nanti ada pasien yang mendadak kambuh.
Pos perawat siaga juga terlihat sibuk di depan telepon. Mereka pasti akan mendengar beberapa kali dering telepon dari kamar pasien yang kambuh itu. Seperti kilat, mereka akan datang dengan menyuntikkan obat penenang.
Gerry dan timnya menuju ruangan Badri kembali. Kemarin, Badri berjanji akan mengizinkannya untuk mewawancarai salah satu pasien wanita di sana. Badri terpaksa mengikutinya. Dari samping, Rendi sudah mulai gelisah.
Ponsel android berukuran sedang itu dengan cepat dikeluarkan Rendi dari kantong celananya. Dia membuka whatssapp Rafles. Mencoba mengetik pesan untuk memberitahukan kondisi di rumah sakit saat itu. Rendi sedikit buru-buru. Hingga badannya tersenggol bahu Andi yang sudah di depannya. Ponselnya terjatuh. Terlihat whatsapp dengan nama "Pimpinan Besar".
Andi terlihat heran. Dia mengernyitkan dahinya. Sekilas dia membaca pesan Rendi kepada Rafles.
"Mereka sudah di ...," ponsel itu langsung diraih Rendi.
Lalu, mematikan layarnya. Sembari menyimpan lagi ke saku celananya, Rendi hanya membalas senyuman saja kepada tatapan Andi. Andi hanya menatap Rendi dalam diam. Dia mulai curiga.
Rara dam Gerry sudah mulai menjauh. Sedikit lagi akan sampai di ruangan Badri. Dari depan, Gerry mengetuk pintu ruangan itu. Dia menunggu Badri keluar. Namun, belum juga keluar. Sekali lagi, dia mengetuk pintu ruangan humas itu.