Kamar Intan diliputi emosi yang membuatnya sulit untuk mengendalikan diri. Dengan wajah ketakutan, Intan mulai melepaskan pegangan Rara. Rara terjatuh ke kasur tempat tidur Intan. Sikunya menyentuh kepala tempat tidur besi itu. Memar meliputi kulitnya.
Dengan cepat, Gerry meraih Rara agar kepalanya tidak menyentuh besi tepi tempat tidur Intan. Tanpa sadar, Rara jatuh dalam dekapan Gerry. Suasana hening sesaat, Rara terlihat canggung. Tanpa menghiraukan perasaan Rara, Gerry lanjut memegang Intan yang sedang mengamuk karena stress.
Dari jauh, Perawat Nia membawakan obat penenang. Langkahnya sedikit berlari ke arah tempat tidur Intan. Andi yang sedang membantu memegang Intan melihat jarum suntik itu. TIba-tiba dia bersuara.
"Stop!" Andi mengulurkan tangannya ke arah Perawat Nia,"hentikan dulu. Bu Intan tak boleh tidur."
Gerry danRara memandang Andi. Mereka terlihat heran sesaat. Lalu, meminta Perawat Nia untuk menghentikan suntikan itu. Perawat Nia kembali menutup ujung suntik yang berisikan obat penenang. Sudah solusi umum, jika ada pasien gangguan mental yang mengamuk atau kambuh diberikan obat itu.
"Saya akan mencoba menenangkannya," lanjut Andi.
Andi mendekati Intan dengan pelan-pelan. Dia melangkahkan kakinya penuh hati-hati. Tangannya direntangkan ke depan untuk mengintruksikan ketenangan kepada Intan. Intan hanya melihat saja. Dia sudah mulai tenang. Melihat tangan yang terulur di depannya, Intan menyambutnya dengan baik. Andi mencoba membujuk Intan dengan lembut. Dia menggunakan pendekatan emosinya.
Suasana kamar Intan kembali tenang. Rendi sibuk mengetik di ponselnya. Dia selalu mengabari Rafles perihal apa yang terjadi di rumah sakit. Di sudut ruangan sebelah pintu kamar mandi, Rara berdiri memegang sikunya. Dia juga memperhatikan Rendi. Ada sesuatu di balik kamera Rendi.
Rara mencoba mendekati Rendi dari belakang. Dia memperhatikan setiap posisi dan reaksi Rendi. Baru beberapa langkah dia berjalan, Gerry memintanya untuk mendekat dan memulai wawancara. Rara kembali mendekati Gerry, dia meraih kembali perekam mininya. Lalu, duduk di depan Intan.
Sekilas Rara memperhatikan wajah dan mata Intan. Banyak hal yang menjadi pertanyaan Rara. Mengapa dia merasakan bahwa Intan sangat dekat dengannya. Rara menepis perasaannya, dia memulai menghidupkan perekamnya.
Kreekk!
Tiba-tiba Intan membuka laci mejanya. Dari pintu masuk, Perawat Nia mulai tegang, dia membelalakkan matanya. Ada ketakutan meliputi dirinya ketika membuka laci meja itu. Dia tidak bisa bergerak.
Rendi memajukan tubuhnya mendekati laci meja itu. Lalu, mencoba menutupnya. Intan menahannya. Dia memasukkan tangannya hingga pergelangan tangan. Mata Intan memandang Rendi. Tak terkecuali Gerry yang memandang Rendi penuh tanda tanya.
"Maaf, Bu, tersenggol sedikit."
"Kau bukan hanya menyenggol, tapi sengaja menutupnya," ujar Intan terbata-bata dengan suara serak.