Kami (bukan) Tinta Berdasi

Martha Z. ElKutuby
Chapter #20

Cerita dari Rumah Kosong

Rara bergegas menuju taman tempat rehat dan berkumpul para wartawan. Suasana sejuk dengan banyaknya tumbuhan hijau. Ada mahoni tua dengan daun yang rimbun. Musim hujan sebentar lagi datang. Pohon mahoni itu terlihat gembira. Daun-daun kering jatuh ke pangkuan Rara. Dia mengambilnya. Lalu, memandangnya.

Daun itu dibolak-baliknya. Matanya terus memperhatikan struktur daun kering itu. Ingatannya berlayar ke masa lalunya. Berlarian bersama ayah dan ibunya. Di taman rumahnya juga ada pohon mangga. Daunnya sering jatuh. Rara suka mengumpulkan daun-daun itu. Dia selalu meraba struktur daun kering dan bercerita pada ayah dan ibunya.

Sekilas dia teringat kapan terakhir dia bertemu ibunya. Suatu siang, dia diajak Bik Inah ke pasar. Lalu, ke arena bermain di samping pasar. Dia bahagia sekali. Setelah jingga senja menyapa, Rara pulang ke rumah bersama Bik Inah. Di rumahnya terasa sunyi. Ayahnya juga tak ada. Apalagi ibunya. Bik Inah menarik tangan Rara untuk menuju kamarnya.

"Bik, Ibu mana?" tanya Rara kecil.

"Ibu sedang pergi bersama ayah. Rara di sini saja, ya, sama bibik," bujuk Bik Inah.

"Rara mau Ibu," tangis Rara pecah.

Esok harinya, berita kematian Intan tersebar. Media penyebar utama adalah MMi News. Semua redaktur dan wartawan MMI News gempar dan kaget. Kematian yang mendadak membuat semua orang curiga. Namun, semuanya tersusun rapi. Bahkan, Sanjaya saat itu sebagai pengacara memenangkan kliennya -Budi Jaya- untuk tidak bersalah atas insiden itu.

Dari jauh Rafles memperhatikan persidangan. Dia tersenyum kecut. Hatinya memangsakit sejak mengetahui kedekatan Toni dengan Intan. Dia cemburu. Toni dan Intan memang satu sekolah dulunya. Namun, tetap saja mesra. Ditambah lagi, Toni mengetahui semua skandal korupsi Budi Jaya untuk memenangkan calon presiden baru-baru ini. Ini akan menambah bumbu pedas dalam perseteruan Rafles.

***

"Ra!" sapa Gerry dari samping.

"Eh, iya, Kak," senyum Rara kaget.

"Kenapa melamun?" tanya Gerry duduk di samping Rara di kursi panjang.

"Nggak apa-apa, kok."

Gerry mengatur pantatnya untuk menghadap Rara. Dia memandang wajah Rara dengan seksama. Mulai dari alis, mata, hidung, dan bibir Rara seperti menggodanya. Namun, bukan itu tujuannya. Kali ini, dia harus berbicara dengan Rara terkait rencananya untuk melakukan investigasi seputar kasus ayahnya. Juga terkait kecurigaannya terhadap RSRM Melati.

Lihat selengkapnya