Suasana hening membuat Rara terbawa untuk ikut terdiam. Dia tak bisa berhenti untuk memandang foto yang ada di ponselnya. Masih di depan pintu tangga darurat, dia mematung kaget. Dia membaca teliti setiap data yang tertulis di rekam medis itu. Indah benar-benar sudah membantunya.
Andi terlihat kaget di belakang Rara. Dia ikut melihat data tersebut. Dengan hati-hati, Andi memegang bahu Rara untuk menenangkannya. Dia khawatir Rara akan tumbang. Dia sudah siap untuk membantunya. Tangan Andi terus menepuk-nepuk bahu Rara. Rara menangis.
Tangan Rara mulai gemetar. Tanpa menghiraukan Andi. Rara berlari menuju parkiran. Dia memasuki mobil yang dipakai Andi. Andi menyusul Rara dengan napas sesak. Rara benar-benar berlari sekuat tenaganya. Larinya cepat setelah diomelin Gerry beberapa waktu yang lalu. Rara terus berlatih setiap pagi dengan mengelilingi komplek rumahnya hingga dia bisa berlari secepat itu.
"Antar aku pulang ke rumah. Cepat, Ndi!" desak Rara dengan wajah cemas.
"Iya ... iya ...! Pasang sabukmu," balas Andi.
Mobil Brio hitam itu melaju dengan kecepatan tinggi. Rara terlihat gusar dan tidak tenang. Dia curiga pada data Intan. Ibunya dulu bukan bernama Intan. Namun, di data itu tanggal lahir Intan sama dengan ibunya. Mungkin saja ayahnya menyembunyikan sesuatu di kamarnya.
Sesekali Rara memegang kepalanya. Wajahnya semakin serius. Dadanya juga semakin sesak. KembaliĀ air matanya jatuh. Kalau data itu memang benar dipalsukan maka Rafles sungguh sangat kejam.
Shiitt!
Suara ban mobil yang dikendarai Andi sudah sampai di depan rumah Rara. Rara melepas sabuk pengamannya. Dia membuka pintu mobil dan langsung menuju pintu rumahnya. Bunyi pintu dibuka keras mengagetkan Bik Inah yang berada di dapur. Bik Inah berlari kecil menuju ruang depan. Dia melihat Rara berlarian menuju kamar ayahnya.
Kamar ayahnya terkunci. Rara memanggil-manggil Bik Inah dari atas. Namun, Bik Inah tidak bersuara. Dia membalikkan badannya untuk kembali ke dapur. Andi mengejar Bik Inah hingga ke dapur. Lalu, menarik lengan perempuan tua itu.
"Ikut saya, Bik!" tukas Andi.
"Ada apa, ya, Mas?" tanya Bik Inah dengan wajah pucat.