"Aku tak tahu apa yang akan terjadi dengan kita nanti. Kasus sensitif ini bisa saja membuat kita saling menjauh. Kuharap kamu ikhlas untuk memaafkanku, Ra," Gerry meneguk minuman kaleng dingin.
Rara memandang Gerry dengan penuh tanda tanya. Bukan dia tidak paham apa yang dimaksud Gerry, tapi ia masih berpikir apakah hatinya kuat untuk melihat borgol besi terpasang di tangan ayahnya nanti? Rara memalingkan wajahnya dari Gerry. Dia memutar-mutar minumannya.
Kantin MMI News sedikit sepi. Kantin itu dibuka 24 jam. Sebab karyawan di media harus update setiap waktu. Mereka juga ada shift pagi dan malam. Hanya beberapa orang yang berada di kantin.
"Kak Gerry!"
"Hmm ...," Gerry menoleh ke arah Rara.
"Kalau aku bisa memilih, aku memilih untuk pergi jauh dari sini. Namun, aku tak punya alasan untuk itu. Biar pun dua ayahnya, prinsipku tetaplah kesalahan sekecil apa pun harus dipertanggungjawabkan. Aku ikhas," kata Rara menundukkan wajahnya.
"Ra, aku pasti ada di sampingmu. Aku sama sekali tidak membencimu. Ini semua juga bukan salahmu," balas Gerry memegang punggung tangan Rara.
Air mata Rara jatuh. Pipinya merah merona. Hidungnya disumbat ingus akibat air matanya yang keluar. Dadanya sesak. Dia semakin terisak. Tubuhnya gemetar dan terguncang. Masih dalam ketidakpercayaannya, dia harus mengakui malam itu ayahnya adalah pelaku asli dari kebakaran pabrik Budi Jaya.
"Sini, peluk aku," tiba-tiba Indah datang dari arah pintu masuk kantin.
Tanpa banya tanya, Rara langsung memeluk Indah. Dia semakin berkucuran air mata di bahu Indah. Indah menepuk-nepuk punggung Rara untuk menenangkannya. Lima menit berlalu, Rara melepaskan pelukan Indah dan mengusap air matanya.
"Aku minta maaf, Ra. Aku sungguh mendahului egoku. Aku siap menjadi saksi atas kelakuan Pak Rafles, Andri, Sanjaya, dan Budi Jaya ini," kata Indah sembarim menyodorkan perekam mini miliknya.
"Ini apa, Dik?" tanya Gerry.
"Aku merakam semuanya, Kak. Dulu itu, aku tertekan. Niko selalu memarahiku. Saat itu, aku sadar. Jadi, aku selalu membawa perekam ini ke hadapan Pak Rafles dan Sanjaya. Ada satu perekam lagi yang aku ambil dari Kak Rendi. Aku curiga ini tentang apa," jelas Indah.
"Pintar kamu," usap Gerry ke kepala Indah,"Ra, ini akan menjadi bukti baru kita. Untuk bukti di lokasi, baru saja Detektif Roy mengabariku, dia berhasil melobi tim forensik," senyum Gerry.