Di bawah sinar matahari pagi yang hangat, taman kecil di dalam kompleks Rumah Tahanan, tampak lebih hidup dari biasanya. Udara segar menyusup lembut, di antara pepohonan rindang, membawa aroma tanah yang lembap, dan dedaunan yang baru disiram. Cahaya mentari menari di atas rumput yang terawat, menciptakan suasana damai yang sejenak, melupakan tembok-tembok tinggi yang mengurungnya.
Beberapa narapidana duduk santai di bangku sederhana, yang terbuat dari batang pohon tua, bekas ukiran alam, yang kini menjadi tempat mereka melepas lelah. Mereka berbincang ringan, sesekali tertawa pelan, ditemani cangkir-cangkir teh hangat yang dibagikan oleh petugas dengan wajah ramah. Meski percakapan mereka tampak sederhana, ada kelegaan yang terselip di setiap kata, seolah pagi itu menghadirkan sedikit kebebasan, yang mereka rindukan.
Di sisi lain taman, suasana tampak lebih sibuk. Sekelompok narapidana tengah mengurus kebun kecil, yang menjadi bagian dari program pembinaan. Ada yang menyiram bunga-bunga, yang tampak segar, dengan semangat baru, seolah setiap tetes air yang mereka tuangkan, adalah bentuk harapan. Napi lainnya mencabut gulma dan tanaman yang mulai mengering, bekerja dengan cekatan, tanpa banyak bicara, namun penuh kesungguhan.
Tak jauh dari sana, deretan tanaman hidroponik, berdiri rapi di ujung lapangan. Sayuran hijau tumbuh subur, dalam pipa-pipa putih yang berjajar. Beberapa narapidana, memeriksa hasil panen pagi itu, wajah mereka tampak puas, saat memetik daun-daun segar, lalu meletakkannya ke dalam ember. Ada senyum kecil, yang muncul tanpa mereka sadari, semacam kebanggaan atas kerja keras, yang kini membuahkan hasil.
Di tengah kehidupan yang dikurung oleh waktu dan ruang, pagi selalu terasa berbeda. Udara lebih hangat, bukan karena matahari yang bersinar lebih terang, kesibukan pagi menghilangkan penyakit rindu. Di balik dinding tinggi dan kawat berduri, sebuah taman kecil menjelma menjadi ruang harapan. Di sana, sayuran tumbuh berdampingan dengan harapan yang pelan-pelan di semai, tawa dan percakapan ringan membasuh sejenak kesunyian yang biasanya menyesakkan.
Tiga pria duduk dalam lingkaran kecil di bawah naungan pohon yang rimbun. Daunnya bergoyang pelan, membiaskan cahaya pagi, yang jatuh di antara sela-sela cabang. Mereka tampak akrab, santai, seolah pagi itu bukan pagi di balik jeruji besi, melainkan pagi biasa di luar sana—pagi yang bebas.
Ical, pemuda berpostur kecil namun berbicara dengan kepercayaan diri yang seolah melampaui batas-batas fisiknya, memecah keheningan dengan suara yang ceria namun penuh tanya.
"Bang, lusa kita jadi dipindahin, ya? Itu program pembinaan yang dibilang petugas kemarin?" tanyanya, sambil menggerakkan tubuh dan menoleh ke arah Bayu.
Ical dikenal sebagai sosok yang santai, bahkan cenderung cuek, tapi hatinya tidak bisa dibilang dingin. Ia aktif di media sosial, bahkan dari balik penjara, cukup dikenal di kalangan napi karena kreatif-nya, membuat video, membagikan kisah-kisah tentang kehidupan mereka, yang sering luput, dari perhatian dunia luar. Kisah yang jujur, yang tak hanya bicara tentang kesalahan, tapi juga tentang proses menjadi lebih baik.