Senja mulai hadir saat Arif perlahan menutup pintu rumah, langkahnya tenang menyusuri ruang tamu. Dari balik sofa, terdengar suara kecil yang riang menyambutnya, diselingi gumaman lembut suara perempuan yang sangat dikenalnya.
“Ayah pulang!” teriak suara mungil penuh semangat.
Seorang bocah laki-laki berusia lima tahun, Rafi, berlari menghampirinya dengan tawa yang membuat lelah terasa menguap. Di tangannya tergenggam sebuah mobil-mobilan plastik yang sudah kehilangan salah satu rodanya.
Arif membungkuk, memeluk putranya dengan senyum lelah namun hangat. “Mobilnya rusak lagi?” tanyanya sambil mengangkat mainan itu.
“Iya, tapi katanya bisa disembuhin. Kayak orang sakit, kan?” jawab Rafi polos, matanya berbinar.
Arif tersenyum tipis. Kata-kata anaknya sederhana, tapi menyentuh hati. Seolah mengingatkannya pada misi yang sedang ia jalani, menyembuhkan yang rusak, menyambung yang patah.
Dari arah dapur, Mira, istrinya, sedang sibuk menyusun piring makan malam. Ia sempat menoleh, mendengarkan percakapan antara ayah dan anak itu. Senyumnya mengembang pelan, tak banyak bicara, tapi Arif tahu ketenangan itu disangga oleh kekuatan besar yang tak terlihat.
“Bagaimana hari ini?” tanya Mira sambil meletakkan semangkuk bubur kacang hijau di atas meja, makanan kesukaan Arif.