Kami Rindu Muhammad

Harredeep
Chapter #7

#7. Dialog Tadabur Alam

Sore perlahan berganti malam. Keheningan mulai di isi oleh irama alam suara binatang, jangkrik, dan kodok bersahutan, menciptakan simfoni alami yang menenangkan. Di antara rerumputan gelap, kunang-kunang menari bebas seakan menebar cahaya kecilnya dengan penuh percaya diri. Seolah mereka ingin berkata bahwa tanpa kehadiran mereka, malam hanyalah kehampaan tak berbentuk.

Pukul delapan malam, Arief telah duduk tenang di kursi rotan di samping meja bundar. Di hadapannya, laptop sudah menyala, pantulan cahaya layar menari di wajahnya. Di sebelah kanan, Ical turut membuka laptopnya. Arief melirik sekilas ia sudah membaca profil Ical sebelumnya. Lulusan Manajemen Informatika, pikir Arief. Sudah tentu, dunia komputer adalah ladang rindu bagi Ical sesuatu yang begitu akrab dan menyala dalam dirinya.

Sementara itu, Andre berdiri santai di dekat pagar, memegang gelas kopi yang mengepulkan uap tipis. Ia sedang mengobrol dengan Toni, tampak serius namun tetap hangat. Obrolan mereka dibalut canda kecil yang diselipi kabut dingin malam yang mulai mencengkeram udara. Tak lama kemudian, Rudi Baon datang membawa bekal kecil, lalu duduk di dekat Arief, disusul Toni yang menepuk pundak Arief dengan sapaan hangat. Doni dan Paul muncul dari dalam, membawa teko dan cangkir kopi tambahan sebuah ritual sederhana untuk menghangatkan suasana dan membuka ruang diskusi yang akan segera dimulai.

Arief memahami peran yang kini diemban nya. Ia telah mempelajari berbagai pendekatan konseling dan terapi, dan malam ini ia siap menerapkan-nya. Metode CBT (Cognitive Behavioral Therapy) adalah senjatanya, untuk membantu mengurai pola pikir negatif dan menggantinya dengan cara pandang yang lebih sehat dan membangun. Di mulai dari malam ini, ia tak hanya menjadi teman diskusi, tapi juga fasilitator perubahan. Secara halus dan penuh strategi, ia menggiring teman-temannya untuk ikut dalam alur yang telah ia susun.

"Baiklah, Tuan-tuan. Mari kita mulai obrolan ringan ini, sebuah diskusi santai yang bebas, tanpa sekat formalitas. Silakan panggil Saya dengan nama saja atau abang, tak perlu gelar atau sapaan resmi. Di sini, kita bukan sedang mencari siapa yang paling tahu, tetapi mencoba menjawab pertanyaan yang lebih mendasar: siapa sebenarnya diri kita, apa yang bisa kita perbuat? Apakah kita seorang pemimpin yang membawa arah, atau sekadar pengikut yang berjalan di belakang? Atau mungkin, kita hanyalah penonton diam, hanya mengamati karya-karya besar yang lahir dari tangan orang lain,” tutur Arief matanya sambil melihat laptop namun lebih menuju ke arah kawan kawan. Terlihat wajah Paul dan Doni sudah mulai usang gelisah karena belum terbiasa mendengarkan ceramah pelajaran bagaikan studi kampus, yang selama ini hidupnya bebas nongkrong dan tertawa namun beda sedikit dengan Ical walaupun orangnya cuek tapi serba ingin tahu-nya dia seakan menikmati mendengar lebih dekat di samping Arief.

Saya berencana membagi program ini ke dalam beberapa tahap mingguan agar prosesnya lebih terstruktur dan mudah diikuti. Pada minggu pertama, fokus utama kita adalah mengembangkan kesadaran diri (self-awareness) dan membangun pola pikir berkembang (growth mindset). Kedua hal ini menjadi fondasi penting untuk mencapai keseimbangan emosional serta membentuk tindakan yang etis dalam kehidupan sehari-hari.

Pendekatan akan dibagi ke dalam dua aspek utama: eksternal dan internal.

Dari sisi eksternal, kita akan menyoroti perilaku sosial, terutama dalam hal etika dan sikap positif. Hal-hal seperti kesopanan, kedisiplinan, dan rasa tanggung jawab akan menjadi fokus utama. Tujuannya adalah memperbaiki pola perilaku dan meningkatkan kualitas interaksi sosial kita.

Sementara itu, pada aspek internal, kita akan memperkuat ketahanan mental dan emosional. Di sini, kita belajar menjadi lebih sabar, ikhlas, dan tangguh dalam menghadapi tekanan hidup. Untuk mendukung hal ini, kita akan menerapkan berbagai teknik seperti mindfulness, refleksi diri (self-reflection), dan pelatihan pengelolaan emosi (emotional regulation training).

Sekarang-lah saat yang tepat untuk sejenak dan merenung. Mengenang kembali sosok-sosok manusia luar biasa yang telah memberikan kontribusi besar bagi peradaban, lewat karya, pemikiran, dan keberanian mereka. Mungkin, karya mereka bahkan membuat Tuhan tersenyum.

Sejak dunia ini terbentuk berasal dari berbagai zaman, latar belakang, dan jalan hidup yang berbeda. Namun, ada satu benang merah yang menyatukan mereka semua, tekad untuk memahami dunia dan hasrat untuk memperbaikinya. Kisah-kisah mereka bukan hanya layak didengar, tapi juga pantas menjadi bahan perenungan dan diskusi yang lebih dalam. Karena dari merekalah, kita bisa belajar untuk menemukan tempat kita sendiri di dunia ini." suara Arief dengan lugas dan santai sesekali kopi yang di kesungguhan oleh Doni mulai di minum olehnya.

Pasti kalian pernah mendengar tokoh Aristoteles, filsuf Yunani kuno yang membangun dasar logika formal dan meletakkan fondasi bagi metode ilmiah awal sebuah warisan yang hingga kini masih menjadi pijakan dalam berpikir rasional. Lalu muncul René Descartes, tokoh besar dari era modern awal yang membawa perubahan dalam dunia matematika melalui pengembangan geometri analitik, sembari mempopulerkan pemikiran rasional “Cogito, ergo sum” aku berpikir, maka aku ada.

Tak kalah penting, Ibn Sina dari dunia Islam, yang dikenal di Barat sebagai Avicenna, menjadi jembatan antara filsafat dan kedokteran. Karyanya yang monumental, Canon of Medicine, menjadi rujukan utama dalam dunia medis selama berabad-abad. Dan tentu, kita tak bisa melupakan Isaac Newton, tokoh revolusioner dalam fisika dan matematika, yang dengan hukum gravitasinya mengubah cara manusia memandang alam semesta.

Semua, tokoh-tokoh besar itu sejatinya hanyalah secuil dari lautan manusia yang telah memberi warna pada kehidupan ini. Di balik sorotan sejarah dan gemerlap nama-nama besar, ada jutaan manusia lainnya yang mungkin tak tercatat, Dari para petani yang setia mengolah tanah, dan juga tak bisa di abaikan tenaga mereka yang membangun gedung, jembatan, hingga pemikir sunyi yang menciptakan gagasan di ruang-ruang sepi semua berkontribusi.

Dan mungkin, melalui pencapaian dan jejak langkah mereka, kita bisa belajar. Belajar bagaimana menjadi manusia yang layak dikenang, bukan karena kemegahan nama, tetapi karena keikhlasan niat dan ketulusan karya.” ucap Arief sekali sambil menghela nafas seakan dia bercerita dengan ritme yang mengalun dengan nafasnya.

Dalam menyampaikan pemikirannya, Arief bicara dengan tenang namun penuh daya. Retorika-nya mengalir seperti sungai yang jernih, membawa pendengarnya larut dalam perenungan. Ada sesuatu dalam caranya berbicara lembut tapi menggetarkan, sederhana namun menyentuh yang membuat siapa pun yang mendengarnya seakan terbius dalam diam yang penuh makna.

Malam perlahan menyelimuti mereka dalam kesunyian yang semakin pekat. Suara binatang malam seperti bintang kecil mulai jarang terdengar, hanya sesekali diselingi suara kodok dan jangkrik yang menemani keheningan. Andre duduk bersedekap, wajahnya mulai menunjukkan kantuk. Sesekali ia mengusap wajahnya untuk mengusir lelah, namun tetap berusaha bertahan. Ia sadar, kuliah natural malam seperti baru saja dimulai.

Lihat selengkapnya