Kami Rindu Muhammad

Harredeep
Chapter #10

#10. Bankum Menagih Janji Utang

Sore itu, suasana desa kecil terasa begitu tenang. Pohon-pohon bambu yang tumbuh rapat mendominasi pemandangan, sementara rumah-rumah kayu berdinding papan berjajar dengan jarak yang renggang. Angin sore menyapa pelan dedaunan pisang di pekarangan, menimbulkan suara gemerisik yang menyatu, dengan kokok ayam kampung, sesekali memanggil anaknya, memecah keheningan yang menyelimuti. Dari balik dapur-dapur sederhana, asap tipis mulai mengepul ke langit, pertanda hari mulai bergulir perlahan menuju senja.

Di bawah naungan pohon mangga tua yang rindang, berdirilah sebuah rumah sederhana. Dindingnya mulai kusam dimakan waktu, namun rumah itu tetap menjadi tempat bernaung penuh cinta bagi sepasang suami istri, Pak Raji dan Bu Narti. Namun pagi itu, ada yang berbeda. Tidak ada senyum menyapa seperti biasa. Wajah-wajah di dalam rumah itu dipenuhi ketegangan dan percakapaan  yang menggantung, seperti awan gelap yang enggan pergi.

Di ruang tamu sempit yang lantainya mulai rengkah, dua pria berdiri dengan sikap mencurigakan. Tubuh mereka tegap, sorot mata tajam, dan aura tak bersahabat. Salah satunya, bertubuh besar dengan kumis tebal yang mencolok, menyilangkan tangan di dada sambil menatap lurus ke arah Pak Raji.

“Janjinya minggu lalu, Pak Raji,” ucap Bangkum, dengan nada tegas yang dingin. “Pak Santoso nggak suka diingkari. Kalau tidak bisa bayar, ya surat sawah itu saja,” lanjutnya santai, namun penuh tekanan.

Temannya berdiri di sisi pintu, seperti penjaga yang siap bergerak bila keadaan tak terkendali. Dari teras, seorang lelaki bernama Nandar berbadan sedeng sedikit hitam, duduk mengawasi, memestikan urusan yang ditugaskan oleh tuan tanah, Pak Santoso, berjalan sesuai rencana.

Lihat selengkapnya