Malam bertabur bintang, meski tak sepenuhnya terang namun udara dingin tetap menusuk hingga ke tulang, membekukan setiap makhluk yang berada di Bukit Desa Leweng Lestari.
Sebuah lahan taman sederhana di belakang rumah kecil. Namun cukup untuk menampung meja dan bangku untuk sepuluh orang. Pemandangan langsung dekat sawah terbentang luas, sungai yang berkelok tanpak dari kejauhan, serta deretan pepohonan yang menjulang dari sisi bukit.
Suasana gelap pun sedikit terang dengan api unggun, dengan jagur bakar di sela bara api yang menyala. Arief sudah bersiap seperti biasa. Jaket army cokelat yang menjadi ciri khasnya, membungkus tubuhnya rapat-rapat. Malam itu Arief dan Kawan-kawan telah berkumpul, wajah-wajah penuh semangat menyambut perbincangan yang akan segera dimulai, sebuah poladiskusi rutin yang akan mengisi setiap malam mereka yang sebut dengan "Dialog Tadabur Alam".
Dengan pandangan menyapu ke arah mereka, Arief mulai berbicara, suaranya tenang namun lantang. “Kemaren malam, kita sempat membahas tentang ilmu,” ujarnya membuka diskusi. “Saya ingin menyampaikan bahwa dengan ilmu manusia memiliki nilai, dan memperhatikan tiga hal: Sikap, Ilmu, Derajat, dan “ sikap” sudah kita bahas. Dan malam ini “ ilmu” yang akan Saya ulas.”
Kawan-kawan menyimak, beberapa mengangguk pelan. Arief pun melanjutkan, selalu dengan kisah Nabi Muhammad.
“Kalau kita bicara tentang keteladanan, mari kita ingat Nabi Muhammad SAW” ucapnya, membuka dialog yang lebih dalam tentang kebijaksanaan dan kemuliaan sang Nabi.
Saya akan menggabungkan dua analogi untuk menggambarkan momen penting dalam sejarah Nabi Muhammad SAW ketika beliau didatangi Malaikat Jibril dan diperintahkan "Iqra" (bacalah) sebanyak tiga kali:
Analogi: Seorang Tukang Kunci dan Pintu Ilmu
Bayangkan seorang tukang kunci sederhana yang hidup di desa. Ia hidup dengan tenang, tidak banyak berurusan dengan hal-hal besar. Suatu malam, ia tiba-tiba didatangi oleh seorang utusan dari kerajaan yang membawa sebuah kunci misterius. Utusan itu berkata, "Bukalah pintu ini!" Tukang kunci itu gemetar, belum pernah melihat pintu seperti itu dan merasa tak mampu.
Tiga kali sang utusan berkata dengan tegas, “Bukalah pintu ini!” Sampai akhirnya, dengan penuh kerendahan hati dan keberanian, si tukang kunci mencoba, dan pintu itu terbuka di baliknya terdapat gudang ilmu yang luas, tak ter-hingga, dan penuh cahaya.
Mulai saat itu, si tukang kunci bukan hanya membuka pintu untuk dirinya, tapi juga menjadi pembuka jalan bagi banyak orang menuju cahaya pengetahuan.
Penjelasan: Begitu pula Nabi Muhammad SAW. Sebelum peristiwa itu, beliau hidup sebagai orang yang ummi (tidak bisa membaca atau menulis) dan tidak pernah mengira akan menjadi Nabi terakhir. Saat Jibril datang dan menyuruh beliau "Iqra" sebanyak tiga kali, itu adalah momen pembuka seperti membuka pintu besar menuju wahyu, ilmu, dan tanggung jawab sebagai penyampai risalah Allah SWT kepada umat manusia.
Perintah "Iqra" bukan hanya tentang membaca secara harfiah, tetapi juga tentang memulai proses pencarian ilmu, merenung, dan menyampaikan kebenaran.
Ilmu ibarat aplikasi dalam ponsel, semakin banyak aplikasi semakin baik, semakin bermanfaat ponsel itu, demikian pula manusia, ketika berilmu, akan dipandang lebih bernilai dan bisa menjadi sumber manfaat bagi sesama.
Belajar tidak terbatas bukan hanya di ruang kelas, atau kampus. Pelajaran hidup bisa datang dari mana saja dari alam, dari kehidupan orang-orang kecil yang setiap hari berjuang keras untuk bertahan hidup. Dari merekalah kita bisa memahami arti ketekunan, kerja keras, dan ketabahan. Sebaliknya, jika kita memiliki ilmu dan pengetahuan, sudah seharusnya kita membagikannya kepada siapa pun, tanpa memandang latar belakang. Karena sejatinya, ilmu akan menjadi lebih berarti ketika digunakan untuk memberi manfaat bagi sesama!." Ucap Arief sambil jongkok memainkan api unggun dan mengambil jagung bakar yang di berikan oleh Paul.
Wajah-wajah mereka masih belum menunjukkan cair dalam dialog masih belum terbiasa memahami, Ical yang masih asik dengan laptopnya Bayu dengan santai sambil meminum di bangku samping ical, begitu juga Rudi Baon yang asyik membalikan jagung bakar di atas api unggun kecil yang turut menghangatkan badan mereka.
“Bagaimana pendapat kalian mengenai ilmu” Arief sekali lagi bertanya seakan memaksa mereka larut dalam diskusi santai yang ia arahkan, “masih belum mudeng Saya Pak. Waktu sekolah aja guru Saya, ibu kantin” tutur Andre sedikit canda sambil menghangatkan tangannya di atas api unggun. “mangka-nya sekarang simak biar pinter dikit” celetuk Rudi Baon. “memangnya bang Rudi Paham ” sambil bertanya ke arah Rudi, “yaak dikit” sambil tersenyum kecil.
“kenapa kita tidak bahas kampung ini Pak, atau wanitanya biar seru gitu..” seru Paul menimpali pembicaraan arah nya sekali melirik arah kawan-kawan