Kami Rindu Muhammad

Harredeep
Chapter #16

#16. Misteri kematian

Suasana di balik rindangnya pohon-pohon bambu, sebuah peternakan terletak di pinggir desa, tak jauh dari hamparan sawah. Dahulu tempat ini dikelola oleh beberapa warga secara mandiri, tapi kini, setelah dibeli oleh Pak Santoso—orang kaya yang dikenal dermawan namun, karakter anak buahnya licik sudah menampak dalam membodohi warga.

Awal hanya membantu pinjam utang untuk produksi peternakan, dengan bonus sebagai bantuan. Licik nya bukan bonus, tapi bagian utang yang di tambah, dengan sengaja memberi waktu singkat, harus membayar utangnya, hal hasil beberapa peternakan-nya kini menjadi milik Santoso namun masih di kelola warga dengan gaji yang sangat murah.

Sebuah papan kayu sederhana bertulis-kan "Peternakan milik Santoso" berdiri miring di dekat pintu masuk, seakan baru dipasang beberapa bulan lalu.

Halaman peternakan, udara khas langsung menyerap—campuran bau jerami basah, kotoran ternak, dan tanah lembap yang menguar setelah hujan. Bau kandang begitu menyengat, namun sudah menjadi hal biasa, di hidung warga sekitar. Sesekali, suara kambing mengembik dan sapi menguak terdengar bersahut-sahutan, memecah keheningan pagi yang berkabut tipis.

Kandang-kandang berjajar rapi, terbuat dari kayu tua yang mulai lapuk di beberapa bagian, masih mempertahankan nuansa lama, suasana tetap sederhana, menyatu dengan alam sekitar.

Meski sudah berganti pemilik, suasana peternakan itu, tetap memelihara aktifitas kehidupan pedesaan—tenang, hidup, tapi juga menyimpan tanda-tanda kelelahan, terutama di mata-mata hewan ternak yang tanpak lesu, di beberapa kandang. Ada sesuatu yang berubah, dan tidak semuanya membaik.

Dengan langkah terburu dan napas memburu, Bankum menerobos masuk ke area kerja yang di kempit kandang. Amarahnya sudah meluap sejak menerima kabar buruk pagi itu. Tanpa banyak kata, ia langsung menarik kerah baju seorang pekerja muda yang tengah berdiri kaku di dekat pintu.

Bankum, salah satu orang kepercayaan Santoso, datang ke peternakan dengan dua orang pendamping. Ia tanpak sedang berbicara dengan salah satu pekerja. Wajahnya tegang dan penuh amarah. Sesekali terdengar kata-kata kasar keluar dari mulutnya, menegur keras lawan bicaranya yang hanya bisa pasrah dan menjawab sekenanya.

Lihat selengkapnya