Kami Rindu Muhammad

Harredeep
Chapter #32

#32. Siapa Mereka?

Doni dan Ipang berdiri diam, di tengah hutan pohon karet, yang sunyi dan lembap. Kabut tipis menggantung, di antara batang-batang tinggi yang menjulang, menyelimuti suasana dengan kecemasan yang menggantung. Doni menggenggam erat sebuah koper. Mata mereka menyapu sekeliling, penuh waspada, seolah menanti seseorang yang belum juga muncul.

Tiba-tiba, dari kejauhan terdengar suara brrrrrrrmmmmmm... brrrrRRRMMMM!—raungan mesin motor trail yang melengking dan liar, memecah keheningan hutan karet yang sebelumnya sunyi.

Semakin dekat, suaranya disertai debu dan daun kering yang beterbangan, ketika roda melindas semak dan tanah basah. Suara knalpot yang dimodifikasi terdengar kasar, seperti binatang buas yang lapar dan tak sabar menerkam mangsanya.

Dua pengendara bertopeng muncul di antara celah-celah pohon, melaju cepat mendekati mereka. Tanpa sepatah kata, motor-motor itu mengitari Doni dan Ipang dalam lingkaran mengancam. Salah satu dari mereka mengayunkan tongkat bisbol dari atas motor, membuat udara di sekitar terasa lebih tegang.

Menyadari situasi mulai memburuk, Ipang berbisik tegas, “Pisah! Sekarang!”

Mereka berpencar. Dengan sekuat tenaga menghindar dari kejaran motor dengan memboncengi satu orang membawa tongkat bisbol.

BRAAAAPPP! BRAAAAAPPP! Suara motor trail meraung, menghantam tanah dengan kasar, roda belakang menendang tanah dan lumpur ke segala arah. Doni berlari sekuat tenaga, namun deru mesin terus mendekat, seperti auman predator yang tak memberi celah.

GRAAKK! Sebuah akar pohon patah dilindas ban. BRRRTTT-BRRRAAAAPP! Motor itu melompat kecil ketika melewati gundukan tanah, nyaris menyambar tubuh Doni yang berbelok tajam ke kiri, menyelinap di antara semak-semak berduri.

Doni berlari dengan langkah secepat mungkin, menyelinap di antara pohon-pohon karet dengan napas terengah. Suara motor mengejarnya dari belakang, semakin dekat, memburu tanpa ampun. Ia melompat dan bersembunyi di balik batang pohon besar. Saat motor itu melintas di depannya, Doni menyergap, menjatuhkan salah satu pengendara dengan batang pohon, hantaman keras ke tubuh motor. Dua orang bertopeng itu jatuh terguling ke tanah, namun segera bangkit dan menyerangnya bersama-sama.

Sementara itu, dari kejauhan terdengar suara motor mengejar Ipang. VRRRROOOOMM!! lalu melesat cepat, menghasilkan gemuruh seperti badai kecil. Suaranya memantul di antara batang-batang pohon, menciptakan gema yang membuat jantung siapa pun berdegup lebih cepat. BRAAAP! BRAAAAP! Suara itu terus menempel di belakang Ipang—tak memberi jeda untuk berpikir, hanya untuk bertahan hidup.

Terlihat di lokasi Doni, ia berusaha bertahan sebisanya. Tinju dan tendangan menghujani tubuhnya. Keringat bercampur darah mulai mengalir dari pelipisnya. Ketika tubuhnya akhirnya terjatuh dan koper itu nyaris direbut, suara motor lain terdengar dari kejauhan.

Begitu juga di tempat Ipang, mereka terlihat bertarung dengan satu musuh. Benturan pukulan dan teriakan kesakitan menggema di antara pepohonan. Sesekali Ipang terhantam, namun ia juga membalas dengan pukulan-pukulan kuat penuh amarah. “dukk, brakk” suara adu pukul dan suara mereka di dalam hutan.

Tiga sosok bertopeng muncul dari balik kabut, melaju kencang dan langsung menghantam para penyerang dengan presisi. Perkelahian berlangsung singkat. Para penjahat itu akhirnya melarikan diri ke dalam semak-semak hutan.

Salah satu dari tiga orang bertopeng itu berdiri sejenak di depan Doni yang terkulai lemas di dekat pohon. Wajah Doni berlumuran darah, matanya cemas, tubuhnya terpojok dalam posisi pasrah. Lelaki bertopeng itu menatapnya lama, namun tak berkata apa-apa. Lalu, bersama dua temannya, ia kembali naik motor dan menghilang dalam kabut, secepat kedatangannya.

Doni masih bersandar di batang pohon, napasnya tercekat, dadanya naik turun. Keringat dan darah bercampur di wajahnya, sementara matanya tak lepas, mengawasi sudut hutan. 

Di balik semak-semak, terdengar suara langkah—cepat dan berat. Krsek! Krsek! Ranting patah, daun-daun karet bergesekan. Doni tersentak, tubuhnya menegang, namun ia lega ketika melihat Ipang muncul dengan tubuh limbung dan napas memburu.

Langkah Ipang terdengar jelas di tanah basah, diselingi suara brak! kecil saat ia tersandung akar pohon dan nyaris jatuh.

“Don… lo masih hidup?” suara Ipang terdengar parau.

Doni mengangguk pelan. Suaranya lirih, namun terdengar tegas di tengah sisa keheningan yang menggantung. “Pang, coba jelaskan semuanya,” ucapnya, sedikit menahan amarah.

Detak jantung mereka masih berdentum keras di telinga, menyatu dengan gema samar pukulan dan teriakan yang baru saja mereda. Meski telah berlalu, semuanya masih terasa dekat, seolah waktu enggan bergerak.

Beberapa saat mereka hanya terdiam. Lalu Doni kembali bersuara, kali ini lebih pelan, tapi penuh tekanan. “Siapa mereka, Pang?”

Lihat selengkapnya