Sore itu, matahari menggantung rendah di langit, memandikan lapangan bola dengan cahaya keemasannya. Di setiap sudut, wajah-wajah penuh antusiasme menghiasi tribun dan pagar pembatas. Ada bapak-bapak bersorban, ibu-ibu membawa bekal, anak-anak berlarian dengan bendera kecil di tangan, bahkan seorang nenek duduk beralas tikar bersama cucunya, tersenyum menatap lapangan.
Pedagang berjejer di pinggir lapangan, menjajakan mulai dari mainan anak-anak hingga minuman dingin dan makanan ringan. Suasana meriah, seolah seluruh desa berkumpul di sana untuk menyaksikan pertandingan persahabatan antara tim kebanggaan mereka, Persela, melawan BarbarBo, tim tamu yang tak kalah tangguh.
Kedua tim tengah bersiap di sisi lapangan. Di kubu Persela, pelatih Rudi sibuk memberi arahan, tangannya menunjuk papan strategi sambil meneriakkan semangat. Di belakangnya, Icha dan Toni sibuk membagikan air minum dan kaos baru berwarna biru cerah bertuliskan “Persela”. Wajah-wajah para pemain tampak ceria—semangat mereka terpacu.
Sorak-sorai warga menggema, menyebut nama Persela berkali-kali. Rudi menepuk bahu sang kapten, Alif, memberi suntikan motivasi terakhir. Tak lama, wasit dan hakim garis memasuki lapangan. Suara peluit mengudara—tanda permainan dimulai.
Pemain dari kedua tim saling bersalaman. Babak pertama resmi dimulai.
Formasi Persela:
Alif memimpin di lini tengah sebagai kapten sekaligus gelandang kiri. Di sisi kanan, ada Upin yang lincah menggiring bola. Barisan pertahanan dijaga oleh Cablak di kiri, Pesak dan Peloy di tengah, serta Mamut di kanan. Moe bertahan di sisi belakang bersama Doy dan Ucrit. Di bawah mistar gawang, berdiri tegak Owie—yang sering dipanggil "Mishary Arya Inzaghi" karena refleksnya yang luar biasa.
Pertandingan berlangsung panas. Baru berjalan 15 menit, Persela kebobolan lebih dulu oleh serangan cepat BarbarBo. Skor 0-1 membuat suasana tegang. Namun, bukan berarti mereka menyerah.
Di menit ke-20, setelah umpan silang dari Upin, Alif berhasil mengontrol bola dan menceploskannya ke gawang lawan. Sorak penonton membahana. Skor menjadi imbang, dan semangat kembali menyala.
Permainan semakin keras. Kedua tim saling menyerang, saling ejek, dan tensi meninggi. Alif sempat terjatuh keras akibat dorongan pemain lawan. Ia meringis menahan sakit, kakinya memang baru pulih dari cedera lama. Penonton terbelah—ada yang menegur, ada yang terus mendukung. Tapi semangat tetap membara di wajah rekan-rekannya.
Peluit babak pertama akhirnya terdengar. Para pemain menuju pinggir lapangan, napas memburu.
Di sela istirahat, Rudi memberi arahan dengan suara lantang namun bijak. “Tenang... fokus... jangan terpancing emosi,” katanya sambil menatap satu per satu pemainnya. Wajah-wajah kelelahan berubah menjadi penuh tekad.
Di sisi lain, Ical sibuk dengan kameranya, membuat vlog untuk kanal YouTube-nya. “Persela masih bertahan kuat, guys. Skor imbang satu-satu! Stay tuned!” katanya sambil tersenyum lebar.
Babak kedua dimulai.
Permainan kembali sengit. Persela mencetak gol kedua lewat Doy setelah kerja sama apik di lini tengah. Score 2-1 untuk persela. Penonton bersorak riang, mengguncang langit sore. Namun, BarbarBo tak tinggal diam. Mereka menyamakan kedudukan menjadi 2-2.
Tensi memuncak. Pemain BarbarBo mulai bermain kasar. Salah satu penyerang mereka berhasil mengecoh pertahanan Persela hingga dijatuhkan oleh Pesak di kotak penalti. Wasit menunjuk titik putih. Penonton terdiam.
Di bawah mistar, Owie berdiri tenang. Napasnya teratur. Mata tajam menatap bola. Tendangan meluncur... ditahan! Owie menepis bola dengan refleks sempurna. Teriakan kegembiraan pecah. Skor tetap 2-2.