Arsya dan Lidya pulang dari kantor bersama, setelah Arsya memasangkan seatbelt, Lidya memberikan sebuah kado kecil.
“Selamat ulang tahun, Arsya.”
Arsya menengok, tersenyum.
Lidya mengangguk agar Arsya menerima kadonya.
“Terima kasih, Bu. Bu Lidya selalu mengingat hari ulang tahun saya, tidak setahun pun dalam ingatan saya, Bu Lidya lupa dengan hari ulang tahun saya,” ucap Arsya. Ia mengambil kado, menatap kado dan penasaran apa isinya.
“Ya, tentu saja saya selalu ingat. Saya mau kamu buka kadonya, ya?” Lidya memasang seatbelt.
Arsya mengangguk dan membuka kadonya. Ia terdiam melihat jam tangan.
“Saya harap kamu suka.”
“Am, Bu, ini jam tangan mahal.” Arsya merasa tidak enak hati.
“Sudahlah, Arsya. Eh, apa kamu tidak suka?"
“Suka, Bu.”
“Syukur deh, kalau kamu suka.”
“Terlalu spesial, Bu Lidya.” Arsya masih ragu dan terus memandang jam tangan itu.
“Ini hari ulang tahunmu, hari spesial kamu. Sudah, jangan merasa ragu-ragu begitu, terima, ya?”
Arysa tertawa.
Lidya kemudian mengajak Arsya ke restaurant Korea untuk makan bersama merayakan ulang tahunnya. Sesampainya di restauran, Arsya disuguhkan makanan yang lezat, mereka menyantap dan menikmati makan malam. Saat mereka sedang menyantap makanan penutup, Lidya mulai mengatakan sesuatu.
Wanita itu menatap laki-laki yang sudah berusia 20 tahun. “Arsya.”
Arsya menatap Lidya. “Ya, Bu?”
“Saya suka tempat ini karena ini ruang seperti ini, menjaga privasi, jadi tidak ada yang lihat kita."
Arsya mengangguk tersenyum.
“Selain itu, sebenarnya, ada hal penting yang akan saya bicarakan sama kamu.”
“Iya, Bu Lidya?”
Lidya mengambil napas dalam. “Saya sudah mengenalmu, selama dua puluh tahun ini, saya sangat menyukai kepribadianmu, kamu jujur, pekerja keras, tekun, sabar, bertanggung jawab.”
Arsya tertegun dan tersenyum tipis.
“Setelah lima tahun kepergian suami saya, saya pernah berhubungan dengan laki-laki, tetapi saya gagal dengan mereka, salah satu dari mereka hanya mengincar kekayaan, salah satunya dia terlalu menuntut.