Lidya mengumpulkan kedua anaknya untuk duduk di ruang santai. Arsya datang, kedua anak Lidya pun memalingkan wajah dan selalu menunjukkan sikap ketidaksukaan terhadap Arsya.
Kevin mendecik. “Mama ngapain, sih! Ada ni orang, bikin badmood."
Arsya hanya terdiam.
“Mama sengaja ngumpulin kalian di sini,” ucap Lidya dengan wajah serius.
Seketika Clara dan Kevin terheran.
“Ada hal penting dan serius yang Mama bicarakan,” tutur Lidya. Dia mengambil napas pelan, memandang Clara dan Kevin. “Mama mau menikah dengan Arsya."
Kevin dan Clara seketika kaget. “Apa!” teriak kakak dan adik bersamaan.
“Mama bercanda ‘kan?” tanya Kevin, rahangnya menegang.
“Mama serius, Kevin."
Clara masih syok dan tetap duduk berdiam dengan mata tak berkedip.
Kevin berdiri dengan otot yang menonjol. “Nggak! Ini ngaco! Ini bener-bener nggak waras, ini gila! Ini sinting! Mama apa-apaan, Ma,” cowok itu menunjuk Arsya dengan wajah dan mata merah, “anak pembantu ini bahkan lebih muda dari Kevin, Ma! Dan lo!” menghadap Arsya, “apa yang lo lakuin ke Mama, ha! Lo pasti melet Mama, ha!”
Kevin mendekati Arsya, menarik kerah bajunya, menatap dengan mata membulat penuh, wajah mengerut, dan mengendus. “Lo apain nyokap gue!” bentaknya, menggoyang-goyang kasar badan Arsya yang masih duduk.
Arsya hanya diam.
“Kevin! Lepasin!” kelakar Lidya.
Kevin masih menggebu-gebu dengan terus mengendus.
“Kevin, lepasin, Mama bilang!” Lidya berdiri melangkah, menghentikan Kevin dan menarik badannya.
Clara berdiri, berkaca-kaca, merapatkan dan memajukan bibir dengan tarikan napas keras. “Kak Kevin bener Ma, Mama ini apa-apa sih? Cowok nggak tahu diri ini, cowok sialan ini masih seumuran Clara, Ma, dia anak pembantu lagi, semua temen-temen aku tahu dan— gimana kalau mereka tahu, dan ini benar-benar nggak masuk akal, Ma! Pokoknya Clara nggak setuju, Clara nggak setuju!” bentak Clara.
“Kevin apa lagi! Nggak akan pernah nerima anak pembantu ini jadi anggota keluarga kita! Nggak akan pernah! Nggak sudi!” sahut Kevin.
Lidya menegaskan, “Mama dan Arsya sudah sepakat, keputusan kami tidak dapat diganggu gugat. Kami, akan tetap menikah.”
Clara menghadap ibunya. “Mama ini gila? Sadar, Ma!”
Kevin menghadap Lidya dengan mengendus-endus dan dahi yang penuh urat. “Apa Mama dibutakan cinta karena hasutan anak pembantu ini?”
Clara menghadap Arsya dan menunjuk. “Dasar lo emang nggak tahu diri ya! Udah dikasih ati maunya lebih! Lo pasti nikahin Mama karena mau merebut harta kekayaan kami, ya 'kan!” bentaknya.
Arsya menegakakan dagu. “Saya tulus mau menikahi Bu Lidya."
“Halah! Lo rayu Mama sampe segimana sih, sampe-sampe mama gue mau nikah sama cowok nggak tahu diri! nggak tahu diuntung! Nglunjak! Anak pembantu kampungan! Lo tuh pantesnya jadi gembel!” bentak Clara lagi.
Arsya terdiam, jakunnya naik-turun dan kedua matanya mulai memerah.
Lidya membentak dan menghadap Clara, “Cukup! Kamu sudah benar-benar keterlaluan! Sekarang minta maaf sama Arsya!"
Clara menghadap Lidya dan membangkang. “Apa! Nggak sudi!”