Kevin dan Clara mengetahui bahwa ibu mereka membelikan mobil baru untuk suaminya. Kakak dan adik itu menghampiri Lidya yang sedang membaca majalah. Mendengar hentakan kaki yang begitu keras, Lidya sudah menebaknya, siapa yang datang, dia pun bersiap menghadapi kemarahan kedua anaknya.
“Mama ini apa-apain sih! Mama beliin mobil baru buat orang nggak tahu diri itu!” Kevin mendengus.
"Mana bagus lagi mobilnya, makin hari Mama itu terlalu manjain cowok sialan itu!” sahut Clara.
Lidya menarik napas panjang. “Arsya itu suami Mama, dan tolong kalian itu panggil Arsya dengan namanya, Arsya itu punya nama.” Lidya membuka lembaran majalah dan menyilangkan kaki.
“Biarin! Sekali nggak suka tetep nggak suka!” bantah Clara.
Kevin menyeringai. “Mama bilang sama Kevin jangan ambur-amburin duit, tapi sekarang Mama buang-buang duit buat cowok nggak tahu diri itu? Ya, Ma? Orang kayak gitu itu nggak pantes, Ma! Cuma numpang di sini selamanya! Dia cuma baik di depan kita, tapi di belakang, dia pasti buruk, Ma! Dia itu mau nikahin Mama cuma mau merebut harta kekayaan kita, sadar itu, Ma! Sebelum semuanya terlambat!”
“Kak Kevin itu bener, Ma,” sahut Clara.
Lidya menutup majalah. “Kalian itu kenapa? Selalu saja kalian menyalahkan Arsya, kalian boleh belum bisa menerima Arsya, tapi tolong jangan selalu jelekin Arsya. Arsya itu suami Mama. Setidaknya kalau kalian tidak bisa menghormati, kalian jangan selalu menjelekkan Arsya. Saya tahu betul siapa Arysa. Karena kalian hanya melihat Arsya sebagai orang yang kalian benci, apa pun yang Arsya lakukan, pasti selalu terlihat salah di mata kalian.” Lidya bangkit dan meninggalkan kedua anaknya yang terus protes.
Kevin dan Clara semakin kesal. "Ma!"
....
Kevin sedang mengopi, lalu melihat Arsya berjalan hendak keluar rumah dan memberhentikannya. “Heh! Mau ke mana?”
Arsya terhenti. “Mau ke minimarket.”
“Cuciin mobil gue!” perintah Kevin.
“Maaf, Kak, tidak bisa,” tolak Arsya.
Kevin bangkit, berjalan, dan berhenti di hadapan Arsya. “Lo berani lawan gue?”
“Maaf, Kak, mulai sekarang, Kak Kevin tidak bisa lagi menyuruh-nyuruh saya seenaknya.”
Kevin mendekatkan wajah. “Apa lo bilang? Lo berani banget sama gue ya! Mau ngelawan sama gue? Hah!”
Kevin mengendus dan tiba-tiba memukul perut Arsya. Arsya membelalak, ia lalu memukul rahang Kevin yang membuatnya semakin marah. Tak terima, Kevin mengarahkan kepalan tangan ke wajahnya. Arsya menangkap pukulan dan menendang Kevin. Mereka adu pukul dan tendang. Kevin semakin menggebu untuk terus menyerangnya. Clara datang dan memberikan dukungan kepada kakaknya.
“Hajar aja dia, Kak Kevin.”
Lidya yang mendengar suara ribut dan teriakan Kevin dan Clara, segera keluar dan seketika langsung melerai perkelahian suami dan anaknya itu.
“Berhenti!”
Arsya menjauh dan menghindar.
Kevin menunjuk Arsya dengan napas mengedap-edap. “Ma, orang nggak tahu diuntung ini, duluan yang mencari gara-gara!”
Lidya menghadap Arsya. “Apa benar begitu, Arsya?”
“Kak Kevin nyuruh saya buat cuci mobil, dan saya tidak mau, dan Kak Kevin mukul saya, jadi, saya mukul balik,” jawab Arsya, napasnya terengah-engah, dan meringis.
“Kevin! Kamu ini selalu cari gara-gara! Mama sudah bilang berkali-kali, jangan nyuruh-nyuruh Arsya. Kan ada Pak Tono apa Pak Romi, buat nyuciin mobil kamu!” bentak Lidya kepada anak sulungngnya. Dia kemudian menasihati putrinya, “kamu lagi, Clara! Ada orang berantem bukannya misahin, ini malah—” Lidya menggeleng-geleng.
Clara hanya menjulingkan mata.
“Mama ini kebiasaan deh! Selalu aja belain orang nggak tahu diri itu! Nggak pernah sekali pun belain Kevin,” kesal Kevin.
Kevin dan Clara pergi. Lidya menghampiri Arsya dan mengobati luka-lukanya.
....
Arsya hendak masuk ke dapur, dan Clara hendak keluar, mereka berpapasan, secara bersamaan, Arsya dan Clara menyamping ke kiri dan kanan, mereka berhadapan lagi.
Clara mendecik. “Heh minggir napa! Jalan pake mata!” bentaknya.
Arysa menyamping ke kanan. “Kakak sama adik, sama saja,” lirihnya.