Kamis Hitam

Angga Wiwaha
Chapter #1

Prolog


Mei, 1998

Napasnya begitu deru, seperti tengah diburu.

Jam sebelas malam tentu bukan waktu terbaik untuk bertamu. Belum berlalu satu menit dari saat laki-laki itu mengetuk pintu rumahnya berulang-ulang dengan tidak sabar. Tanpa berucap sepatah pun kata, dia seolah tak ingin ada orang lain yang tahu kalau dirinya menyambangi rumah berlatar depan gelap itu. Saat membukakan pintu, Mirna hanya bisa menyambutnya dengan tatapan tertegun.

Esih kemutan karo aku?”[1]

“Mas Riyadi?” Mirna tidak memastikan, hanya efek keterkejutan. Jelas ini bukan momen pertemuan yang dia bayangkan. Setelah bertahun yang penuh kegalauan telah dia lalui, menggadaikan masa depan dalam ketidakpastian, tiba-tiba lelaki yang selalu merajai benaknya itu datang tanpa salam.

Pun, tanpa kabar dan musabab lelaki itu kini muncul di depan rumahnya dengan penampilan yang sungguh berantakan. Mungkin tak berlebihan juga jika Mirna menyebut rupanya amat mengenaskan. Sangat berbeda dari kali terakhir mereka bertemu. Tubuhnya kurus, berpadu kontras dengan jaket hitam dan jin belel yang gombroh di badannya. Ditambah lampu teras yang mati, sosoknya terlihat seperti hantu yang muncul dari kegelapan. Topi yang tak kalah gelap dengan keseluruhan pakaiannya malam itu tetap tak mampu menyembunyikan rambut gondrongnya, walaupun sudah berusaha disembunyikan secara berlapis di balik tudung jaketnya. Walau dia menundukkan wajah, Mirna tetap bisa melihat tampangnya yang penuh peluh, serta aroma tubuhnya yang menebarkan semerbak debu jalanan.

Sejauh apa dia sudah menempuh jarak? Berjalan kaki?

Namun dengan segala rupa itu, Mirna tetap mengenalnya. Terlalu mengenalnya sampai penampilannya yang mirip garong itu tetap tidak membuat Mirna panik dan berteriak.

“Boleh aku masuk?”

Pertanyaan yang mudah saja Mirna sanggupi jika Riyadi mengajukannya setahun yang lalu. Tapi hari ini semuanya sudah berbeda. Memikirkan itu, sejenak Mirna menoleh ke dalam rumah, menimbang kekacauan yang bisa saja terjadi di tempat itu. Ternyata selisih waktu begitu membingungkan bagi takdirnya. Masa satu dekade tidak mampu menyurutkan harapnya pada lelaki itu, tapi hanya satu tahun berselang semua nisbi sudah beralih jadi kemustahilan yang hakiki.

Lihat selengkapnya