Kamis untuk Marsha (Bagian 1)

Cindy Karina
Chapter #2

Marsha: I wish I were a robot, though

Beberapa orang menyebutku jutek, beberapa orang lagi menyebutku misterius, tapi julukan yang kini paling banyak ditujukan padaku adalah … freak.

Yap, freak adalah panggilanku yang paling populer di sekolah. Tentu saja, sebagian besar hidupku tak akan terpengaruh hanya karena beberapa anak sekolah menjulukiku demikian, tapi kadang-kadang, aku lebih memilih ketenangan dan menghindari mereka sama sekali. Lagipula, memangnya kenapa kalau aku tidak masuk 10 kali dalam sebulan? Aku juga bisa mempelajari semua materinya sendiri.

Oh, iya, aku jadi teringat julukanku yang satu lagi: Robot. I wish I were a robot, though. Andaikan aku terbuat dari serat-serat metal, aku tak harus berurusan dengan banyak perasaan seperti sekarang.

Aku mau bilang sesuatu, menjadi pintar saja itu tidak cukup. Ternyata, jika seorang manusia tercipta dengan kemampuan otak di atas rata-rata, ada harga yang harus dibayar untuk itu. Pada suatu siang delapan bulan lalu, aku telah membuktikan kepada tiga juri yang merupakan dosen ternama, dan 43 anak SMA lainnya, bahwa materi penerapan sustainable economy berhasil kutaklukan. Namun, sore di hari yang sama, aku malah jatuh pingsan. Hal semacam ini adalah paradoks hidup yang harus kujalani sejak lama.

Mungkin orang-orang mengira, sikapku ini hanyalah manifestasi dari kesombongan belaka. Atau seperti salah satu anak di kelasku yang bernama Anton bilang, “sok-sokan,” atau “ngerasa paling cantik,” beberapa menit setelah aku menolak permintaannya untuk berkencan denganku.

Rasanya aku tak punya energi untuk mengoreksi mereka. Lagipula, yah, untuk apa? Kalaupun mereka tahu tentang hidupkuhidup yang rela kutukar dengan milik siapapunapakah mereka akan membantu?

Lihat selengkapnya