Udara disini terasa dingin tetapi sejuk. Beberapa pengunjung berjalan berlawanan arah dengan kami. Rupanya mereka sudah pulang dari tempat yang akan kami tuju. Aku, Tari dan kedua adik kami Siska dan Rani tak sabar ingin segera sampai ke sana.
"Foto dulu yuk di sini," Tari berdiri berpegangan pada pagar kayu yang dicat warna-warni, sengaja dibuat demi kenyamanan pengunjung. Pagar tersebut terdapat di bagian kiri dan kanan jalan yang cukup curam untuk meminimalisir terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.
Cekrek. Cekrek. Cekrek. Cekrek. Beberapa foto berhasil diabadikan di kamera kecil milikku yang walaupun berukuran mungil tetapi menghasilkan kualitas gambar yang cukup bagus.
Kami berpose bergantian salah satu orang memegang kamera.
'Prakk'.
Kami serempak menoleh ke sumber suara. Ternyata suara tersebut berasal dari seekor kera yang melompat turun dari pohon di dekat tempat kami berdiri.
"Hahaha, kirain ada apa," celetuk Siska. Kami berempat saling memandang dan menertawakan kejadian konyol barusan. Mudah sekali kami kaget.
Kami melanjutkan perjalanan menuruni 1250 anak tangga yang kira-kira tinggal separoh lagi, hingga tampak semakin dekat air terjun yang sangat tinggi, indah menawan.
Banyak pengunjung sibuk berpose sana sini. Ada pula yang berenang di kolam yang terletak beberapa meter dari air terjun.
Dari anak tangga terakhir kami berjalan semakin dekat ke air terjun. Berdiri di jembatan kayu yang berhadapan langsung ke air terjun. Bisa dirasakan percikan air yang terpantul dari bebatuan di sekitar tempat jatuhnya air.
Udara terasa sangat segar, berbeda dengan udara di pusat kota Solo yang sehari-hari kuhirup akibat terdampak polusi kendaraan bermotor.
Berkali-kali aku mendongak ke atas melihat air terjun tersebut, 'menikmatinya', mensyukuri betapa indah ciptaan Tuhan.
Tak lupa kami mengambil gambar untuk kenang-kenangan dan ditunjukkan ke teman-teman kos di Solo, juga dipamerkan di media sosial tentunya. Si mungil, kamera kecilku berpindah dari satu tangan ke tangan lain diantara kami berempat, bergantian memotret di beberapa spot menarik di tempat ini.
Rasanya ingin berlama-lama di sini, tetapi tak terasa sudah dua jam lebih kami berada di tempat ini. Menikmati pemandangan alam yang indah, memotret sana sini dan menunggu bergantian berpose di spot-spot menarik dengan pengunjung lainnya yang ternyata semakin ramai berdatangan.
Masih ada dua tempat wisata lagi yang akan kami kunjungi selanjutnya. Kami sepakat untuk kembali ke tempat parkiran dan melanjutkan perjalanan.
"Sebentar, kita belum berfoto disini." Seperti biasa Tari selalu meminta untuk difoto lagi dan lagi. Makhluk satu ini memang tidak pernah merasa cukup untuk berpose di depan kamera.
'Grojogan Sewu'. Bunyi tulisan pada papan di samping Tari. Kami sedang berada di tempat wisata air terjun paling terkenal di Karanganyar, Jawa Tengah.
Cekrek. Cekrek. Cekrek.
"Yo, ayo kita keluar dari sini." Rani yang sudah bosan melihat tingkah kakaknya, merasa perlu menegurnya sesekali.
Kami kembali menaiki tangga yang tadi kami lalui. Pelan-pelan sambil sesekali berhenti sejenak ketika merasa lelah. Botol air minum yang kubawa sudah hampir habis seluruh isinya, mungkin karena akhir-akhir ini aku jarang berolahraga, perjalanan menanjak di tempat ini lumayan bikin kehausan.
Di tempat parkiran, kami langsung masuk mobil dan meminta sopir kami untuk mencari sebuah warung makan untuk makan siang sejenak sebelum ke tempat selanjutnya yaitu tempat wisata religi 'Candi Cetho'. Sebuah candi peninggalan budaya Hindu.
Kami makan dengan lahapnya, haus dan lapar setelah menaiki banyak anak tangga yang ternyata cukup menguras energi. Waktu menunjukkan pukul setengah satu siang ketika kami selesai makan dan melanjutkan perjalanan.
Walaupun kaki kami pegal-pegal tetapi kami tetap antusias mendatangi destinasi wisata yang sudah kami rencanakan.
Perjalanan menuju Candi Cetho ditempuh selama kurang lebih 45 menit. Ada waktu yang cukup untuk istirahat di mobil sambil berselonjor. Di sisi kiri kanan jalan kami disuguhi pemandangan Perkebunan Teh yang menghijau memanjakan mata.
Candi Cetho terletak di lereng gunung Lawu sehingga sebelum sampai ke sana kami harus melalui beberapa tanjakan. Untungnya pemandangan perkebunan teh yang menghijau 'mengasyikan' menemani sepanjang perjalanan.
Kami akhirnya tiba di candi Cetho. Disini tidak begitu banyak pengunjung, hanya belasan anak SD yang datang bersama guru mereka. Mungkin ibu itu guru Sejarah, pikirku.
Setelah mengambil tiket masuk, kami diberi kain poleng khas Bali untuk dikenakan sebagai bentuk 'sopan santun' karena memasuki kawasan wisata religi.