Pemerintah negara Thailand dibebani utang yang besar, memutuskan untuk mengembangkan mata uang Baht setelah serangan yang dilakukan para spekulan mata uang terhadap cadangan devisa negaranya.
Pergeseran moneter ini bertujuan untuk merangsang pendapatan ekspor, namun strategi ini ternyata sia-sia.
Dengan cepat, hal ini menimbulkan efek penularan ke negara-negara Asia lainnya karena investor asing yang telah menanamkan uang mereka di 'Asian Economic Miracle Countries', kehilangan kepercayaan di pasar Asia dan membuang mata-mata uang dan aset-aset Asia secepat mungkin.
Awalnya para investor asing di Indonesia tetap percaya pada kemampuan para Teknokrat Indonesia untuk bertahan dalam badai krisis keuangan, berdasarkan pengalaman tahun-tahun sebelumnya.
Tetapi ternyata kali ini, Indonesia tidak dapat lepas dari krisis finansial dengan mudah. Indonesia menjadi negara yang paling terpukul karena krisis ini tidak hanya berdampak terhadap ekonomi tetapi juga berdampak terhadap politik dan keadaaan sosial di Indonesia.
Tekanan terhadap rupiah Indonesia akhirnya terlalu kuat, rupiah mengalami penurunan nilai secara signifikan. Negara mengalami kesulitan membayar hutang luar negerinya.
Malangnya, pada tahun sebelumnya banyak perusahaan swasta di Indonesia yang memperoleh pinjaman luar negeri jangka pendek yang tidak dilindungi terhadap gejolak nilai tukar dalam mata uang dolar Amerika.
Utang sektor swasta yang sangat besar ini ternyata menjadi bom waktu yang menunggu untuk meledak.
Penurunan nilai rupiah memperburuk keadaan secara drastis. Perusahaan-perusahaan di Indonesia termasuk bank-bank menderita kerugian yang amat besar.
Persediaan devisa menjadi langka karena pinjaman-pinjaman dana untuk perusahaan-perusahaan di Indonesia tidak diberikan oleh kreditur asing.
Tidak mampu mengatasi krisis ini, pemerintah Indonesia memutuskan mencari bantuan keuangan dari Dana Moneter Internasional (IMF). Belakangan diketahui, bantuan itu ternyata berubah menjadi angin topan pembawa badai krisis.
Seorang Ekonom Universitas Johns Hopkins hadir sebagai penasihat khusus presiden Soeharto dan membawa obat alternatif mengatasi krisis berupa Currency Board Sistem (CBS).
Dengan CBS, rupiah akan sepenuhnya dikonversi ke dolar AS pada kurs tetap dan didukung oleh cadangan dolar AS. Ketika wacana kebijakan diumumkan, nilai tukar rupiah sempat melonjak 28 persen terhadap dolar AS.
Namun perkembangan ini membuat IMF sekaligus pemerintah AS geram, presiden Soeharto ditekan dengan keras baik oleh presiden Amerika maupun Direktur IMF.
Presiden harus memilih antara menggugurkan ide penggunaan CBS atau mengorbankan bantuan asing.
Dalam keadaan putus asa, pemerintah akhirnya bersedia menerima paket bantuan IMF senilai 43 M, dan menandatangani perjanjian untuk menjalankan berbagai program ekonomi yang dianggap dapat memulihkan kepercayaan Investor.
Tetap tak dapat terelakkan rupiah semakin melemah, dibarengi kondisi politik dan keamanan Indonesia yang kacau balau.
Pemerintah melakukan kesalahan terbesar. Pasalnya, IMF memberikan bantuan dana sembari menyarankan kebijakan yang tak masuk akal yang mengakibatkan kondisi ekonomi nasional semakin terpuruk. Pemerintah Indonesia terpaksa 'manut'.
Bursa saham Jakarta hancur. Hampir semua perusahaan modern di Indonesia bangkrut, tabungan kelas menengah lenyap.
Kenaikan harga bahan pokok akibat melemahnya nilai tukar rupiah menyebabkan kehilangan daya beli masyarakat. Beberapa barang sulit ditemukan hingga harganya melambung tinggi. Kenaikan harga menimbulkan protes masyarakat di mana-mana. Masyarakat pun turun gunung, ke jalanan bergabung bersama para mahasiswa berdemo.
Beberapa perusahaan tidak mampu lagi membayar utang dan gaji karyawan. Banyak karyawan dipecat menyebabkan meningkatnya pengangguran.
Kondisi alam seakan menambah beban derita bagi bangsa Indonesia. El Nino terjadi selama bulan Juli-Agustus. Menyebabkan Indonesia mengalami kekeringan terburuk selama 50 tahun terakhir. Produksi beras berkurang 10%. Terjadi gagal panen, menyebabkan harga bahan pangan melonjak.
Dalam kondisi kekeringan, terjadi pula kebakaran hutan di sejumlah wilayah Sumatra dan Kalimantan. Menyebabkan kabut asap dan mengganggu roda perputaran ekonomi.
Akan tetapi ditengah situasi yang serba sulit, putra-putri Soeharto malah terlibat makin dalam di ekonomi negara untuk melindungi bisnisnya sendiri.
Kroni-kroni Soeharto memegang kekuasaan yang besar dalam mengelolah perusahaan yang menghasilkan banyak keuntungan pribadi. Kekayaan yang berlebihan tersebut tentu melukai hati rakyat Indonesia dan pengusaha kecil.