Salsa berlalu. Dan aku berpikir keras maksud kekerasaan itu apa. Aku tidak mengerti maksud Andin bilang kekerasaan itu. Ya mungkin hanya anak yang pintar saja yang mengerti maksud Andin.
“Baik anak-anak kita udah sampai ke final, yang menang ke tahap final adalah kelas 9A dan 8C. Apakah kelas 9A dan 8C sudah siap???” ujar pembawa acara penuh semangat.
“Siap pak!!” seru kami.
Ya ini saatnya aku harus bermain dengan sebaik mungkin, aku akan buktikan pada Andin. Walaupun aku bodoh, malas, nakal, tapi aku masih memiliki sisi baik yang dapat di banggakan. Walaupun aku sudah mulai lelah dan tidak bersemangat, di tambah tidak ada Andin di samping ku. Tapi aku tetap harus berjuang. aku akan buat Andin bangga kepada ku.
“Rey lo bagian sini,, biar bisa gampang masuk bolanya.” saut Randy pada ku.
“Iya soalnya tendangan lo pas sasaran.” Reno menambahkan.
Ya aku mulai menunggu bola, menunggu Rama melemparnya. Dan akan ku tendang pas sasarannya agar bolanya masuk.
“Siap-siap Rey.... dikit lagi Rama lempar ke lo, lo harus tendang!!” saut Rizky memperintahkan aku.
“Oke!!!”
“Rey tendanggg!!!!!” Rama memberi aba-aba agar aku menendang bolanya.
Saat aku menendang bola, tiba-tiba tim lawan mendekati ku dan menyelengkat kaki ku. Membuat ku tidak bisa berdiri dan menyeimbangkan diri ku. Tim lawan akhirnya mengambil bola. Membuat aku terjatuh.
“AHHHHHHH!!!!!!” teriak aku lirih dan aku benar-benar merasakan sakit di bagian betis ku. Membuat aku tidak bisa berdiri. Wasit akhirnya meniup peluit. Menandakan aku harus di obati. Teman-teman ku, wasit, dan tim lawan mendekatkan ku. Membuat ku pengap karena kerumunan mereka.
“Rey lo gapapa?” tanya Rama penuh khawatir.
“Gue ga bisa bangun, sakit banget kaki kanan gue..” aku menjawab dengan suara rintih karena luka ku.
“PMR bantu PMR!!!” ujar wasit memberi perintah.
Anggota PMR pun menghampiri, tapi meraka tidak tahu mau bagaimana mengobatinya. Karena terlalu parah luka ku.
“Maaf Rey gue ga bisa bantu, luka lo parah banget gue takut salah. nanti yang ada tambah parah...” ucap anggota PMR itu.
“Terus siapa yang bantu? Lo gimana si pmr doang tapi ga becus!!!” Reno menggertak salah seorang anggota PMR.
“Sabar-sabar gue panggilin Andin, dia soalnya ketuanya pasti bisa bantu luka lo dan dia lebih ahli dari gue.”
Aku langsung terkejut saat anggota PMR itu menyebut nama Andin. Dan aku langsung memintanya untuk jangan panggil dia. Aku takut dia akan khawatir.
“Eh engga usah, udah lo kasih betadin aja. nanti juga sembuh. ga usah panggil dia.” pinta ku pada anggota PMR itu.
“Ih apa-apaan si lo Rey!! liat luka lo itu parah, harus cepet-cepet di tanganin sama ahlinya. Cepet sekarang lo panggil Andin!!!” ucap Randy dengan wajah seramnya kepada anggota PMR itu.
“....Oke-oke” jawab anggota PMR itu. Dia langsung berlari mencari Andin.
Tibalah di kelas dan dia menemukan Andin. Dengan wajah panik anggota PMR itu. Dia langsung memberitahu.
Dengan tergesa-gesa berkata.
“Dinnn please bantuuuu,,,,,”
“Bantu apa? pelan-pelan coba ngomongnya tarik nafas keluarin ri.”
“Anuh itu din si Rey,”
Mendengar anggota PMR itu menyebut nama ku Andin langsung panik.
“Rey kenapa? Cepet bilang!!!” tanya Andin dengan wajah panik.
“Rey jatoh dan lukanya parah! Cuma lo aja yang bisa bantu obatin lukanya.” jelas anggota PMR itu dengan cepat.
“APAAA!!!” suara dari bibir mungilnya menggelegar. Bola matanya langsung terbuka membuat Andin langsung bergegas turun ke lantai bawah untuk mengambil alat-alat PMR membantu pertolongan pertama. Anggota lainnya mengikuti aba-aba Andin untuk membawa tandu.
Dari kejauhan aku sudah melihat Andin dan anggota PMR itu yang sedang membawa alat-alat PMR, wajah Andin sangat panik, keringat di dahinya ia tidak pikirkan. Andin berlari menghampiri ku yang tepat sekali terjatuh di tengah lapangan. Siswa dan siswi berkerumunan melihat ku membuat ku sulit bernafas.
Saat Andin sudah di dekat ku. Ku lihat wajahnya berkaca-kaca seperti menahan tangis. Tangannya mencoba membuka kotak P3K yang di bawa, di ambil lah alat dan obat untuk mengobati luka ku. Dia tidak menatap ku, hanya menahan nangis dan menundukan wajahnya dan berfokus menobati luka ku. Aku melihat jelas wajahnya dia, keringatnya di dahi rasanya ingin ku bersihkan. Wajahnya memerah seperti menahan tangis.
Melihat itu aku tidak tega dan berkata.
“Udah gapapa ko gue, tenang aja..” ucap ku agar Andin agar tidak tidak khawatir.
Dia tidak menjawab hanya membersih kan luka ku.
“Beneran gue gapapa awwww.......!!!!!!” jawab ku dengan rintihan serta teriakan, karena obat yang di berikan Andin.