Waktu sudah menunjukan pukul dua belas malam. Rama, Reno, Randy,dan Rizky sudah terlelap hanya aku saja yang tidak bisa tidur. Entah kenapa perasaan ku tidak enak. Seperti ada sesuatu yang terjadi. Aku keluar dari kamar ku, mencari udara segar agar lebih tenang. Tapi masih saja ada sesuatu yang mengganjal. Ku telepon lah Andin.
Sang Putri. Aku menamai dia di kontak handpone ku dengan kata sang putri. Karena aku mengambil dari nama belakangnya yaitu putri dan sang berarti selalu menuruti dan melayani dia.
“Hallo din? Kamu gapapa kan?”
Dia tidak menjawab. Aku makin khawatir.
“Hallo? Din?”
“Iya Rey” jawab Andin dengan nafas yang tidak beraturan. Seperti orang yang sedang menggigil.
“Kamu kenapa?” tanya ku pada Andin lewat telepon dengan penuh khawatir.
“Aku sakit Rey”
Mendengar Andin berkata seperti itu aku benar-benar terkejut sekaligus merasa khawatir. Takut terjadi hal-hal yang tidak di inginkan.
“Apa?”
“Aku alergi dingin”
“Kamu sekarang dimana?”
“Di kamar”
“Salsa mana?”
“Udah tidur, mau aku bangunin ga tega dia ngantuk banget”
“Yaudah sekarang kamu ke taman deket kolam renang, aku bawain obatnya. Jangan lupa pake jaket”
“Iya Rey”
Aku langsung bergegas ke kamar guru sembari berlarian untuk meminta obat. Guru ku masih tidur, aku ketuk-ketuk pintu kamarnya sampai terbangun walaupun yang aku lakukan ini tidak sopan.
“Tokkkk tokkkkk tokkkkk” suara pintu kamar yang ku ketuk
“Pak pak pak”
“Iya bentar” suara guru ku dari dalam kamar.
Dengan wajah tidurnya sembari mengucek matanya guru ku berkata
“Loh Rey kenapa?”
“Bapak ada obat alergi dingin ga?” tanpa basa basi aku langsung bertanya obat yang ku butuhkan.