Rumah Rey......
Setelah pulang dari Yogjakarta membuat ku tidak bertemu Andin lagi. Aku benar-benar kesepian. Sudah empat harian aku tidak bertemu dengan Andin. Senin besok baru aku akan bertemu dengan Andin di sekolah untuk mengambil surat kelulusan. Dengan rasa rindu yang tidak dapat tertahan, memberanikan diri ku untuk mencoba memberi pesan lewat telepon.
Sang putri
“Din?”
“Iya”
Aku mulai bertanya terlebih dahulu
“Udah sembuh?”
“Udah, makasi ya Rey” ucap Andin lewat pesan telepon.
“Bilang makasi terus”
“Kalo engga ada kamu, aku engga tau gimana jadinya nanti”
“Udah ih, kamu istirahat gih” Pinta ku pada Andin.
“Baru bangun aku”
Entah kenapa sekarang aku tidak malu untuk memberi perhatian padanya. Aku merasa memang sudah seharusnya aku perhatin pada dia. Aku tidak sama sekali ingin di bilang terlalu cari perhatian padanya. Tetapi memang sudah kewajiban ku.
“Makan udah?” tanya ku.
“Udah ko, kamu?”
“Udah ko hehe”
“Bagus deh kalo kaya gitu, oh iya kamu kenapa chat aku?” tanya Andin membuat ku gugup menjawabnya. Aku chat dia hanya ingin saja, dan tidak tahu alasannya kenapa.
“Hehe gapapa, cuma udah satu minggu ga liat kamu kangen gitu,,” jawab ku tidak tahu malu
“Yee mulai lagi!”
“Iya iya, aku boleh tanya?”
“Boleh, mau tanya apa?”
“Kamu kenapa engga suka aku main bola?”
Terhentak Andin terkejut dan bingung harus jawab apa saat aku mengatakan itu. Aku sengaja bertanya itu karena di pikiran ku selalu terbayang kenapa dia sebegitu bencinya dengan bola.
“sejujurnya aku takut”
“Takut kenapa?”
“Takut kalo kamu main bola terus luka-luka”
“Kan kalo luka bisa di obatin”
“Ga selamanya di obatin terus akan sembuh, kamu lihat internet banyak pemain bola yang meninggal.”