"Maaf pak, jadinya mau pesan apa?" tanya Andini mencoba lagi. Pasalnya bapak-bapak itu hanya diam saja seperti patung manekin. Andini menatap jam dinding di ujung sana, waktu menunjukan pukul 11:53. Artinya sudah 20 menit waktunya terbuang hanya untuk membujuk sang pembeli.
"Emm bagaimana kalau gulai ayam kuning, pak? Gulai disini sangat lezat, pasti bapak suka, emm atau mungkin bapak mau kare india aja yang lagi hits. Bapak tenang aja, menu di restoran kami dijamin enak-enak. Makanan lokal, dan luar negeri ada. Apa bapak tertarik mau pesan?" bujuk Andini ramah. Ia menyunggingkan senyumnya yang paling manis harap-harap si pembeli itu merespon-nya.
Tapi ia salah, pembeli itu sama sekali tidak merespons apapun. Pembeli berpakaian serba hitam itu masih diam dengan tatapan kosong.
"Emm bagaimana kalau saya rekomendasikan menu paling terbaik disini?" bujuk Andini tak menyerah.
"Waktu menunjukan pukul 11:55 malam."
"Emm maaf pak kalau terganggu ... itu pemberitahuan jam kami," Andini tersenyum ramah.
"Sebentar lagi jam 12 malam. Kami akan segera tutup. Jadi emm saya harap emm ba-ba-bapak pesan makanan secepatnya," ucap Andini berhati-hati, ia berusaha untuk tidak menyinggung sang pembeli.
"5 menit lagi makhluk itu tiba," ucap sang pembeli dengan suara parau.
"Eh?" Andini mengernyitkan kening bingung.
Bu Lina menatap Andini dari jauh. Ia benar-benar cemas. Sungguh. Ia berulang kali menatap jarum jam yang terus berputar.
"Andini! Ssut ssut Andini!" Panggil Bu Lina keras, ia melambaikan tangannya berharap Andini segera melihatnya.
Andini menoleh ke sumber suara. Ia menatap Bu Lina yang berdiri jauh 2 meter dari tempatnya.
"Cepat kesini!" Panggil Bu Lina mengayunkan tangannya ke bawah yang berarti 'kesini'.
Andini mengangguk. Ia kembali menatap sang pembeli aneh itu, "Emm maaf pak. Saya tinggal dulu ya ... ." Ucap Andini memaksakan senyumnya.
Baru dua langkah Andini berjalan, suara berat mengejutkannya.
"Dia menyukai manusia."
Andini seketika mematung, aliran darahnya seakan berhenti. Begitujuga kakinya terasa mati rasa. Ia ingin melangkah, tapi tubuhnya memaksa untuk tetap diam.
"Berhati-hatilah."
*****
"Aduh, gimana nih?" ucap Bu Lina cemas, ia mondar-mandir sambil menggigit jempolnya ketakutan. Waktu terus berjalan, suara detik jarum jam membuat kecemasan Bu Lina bertambah. Ia menatap Andini yang masih diam di tempat. Kenapa gadis itu tak bergerak?
"Ayo Lina berpikir ... please berpikir," ucap Bu Lina panik, keringat dingin membasahi sekujur tubuhnya. Rambutnya awut-awutan basah, nafasnya memburu cepat bersamaan dengan detak jantungnya yang berdetak dua kali lebih cepat.
"Aparat kepolisian tengah melakukan investigasi menyeluruh di seluruh kota. Hal ini ditandai dengan mulai diadakannya patroli malam secara rutin. Saya Ken melaporkan dari tempat kejadian."
Bu Lina mendadak lemas saat mendengar siaran berita, lututnya bergetar hebat.