Suara nyaring sirine membelah kesunyian malam. Mobil patroli putih-biru melaju cepat menuju gapura tua yang telah lama ditinggalkan. Dari kejauhan tulisan di atas gapura melintang jelas.
Selamat Datang di Jalan X.
"Dua empat, 10-2 jalan X ganti empat lapan," ucap polisi berwajah manis di depan Handy Talkie miliknya.
"Diterima empat lapan, tetap siaga dan aktifkan, ganti dua empat."
Polisi itu mendekatkan HT di depan mulut, "Diterima 24 ... siap 86!" jawabnya tegas.
Suara kresek-kresek pada HT pertanda frekuensi sedang aktif dan tersambung. Ia melirik rekan kerjanya yang sibuk menyetir, lalu kembali menghadap depan. Ia melihat papan peringatan di pinggir jalan.
Hati-hati, kawasan berbahaya!
"2 abad yang lalu gapura ini dibangun, tapi akhirnya ditelantarkan. Penasaran kenapa tempat ini ditakuti warga," ucap polisi berwajah manis bersiap-siap saat mobil patroli mereka memasuki gapura.
Papan peringatan itu bukanlah omong kosong semata. Baru saja melewati gapura jalanan terjal yang diapit jurang kanan, dan kiri menanti mereka.
Polisi berwajah oriental fokus menyetir. Ia harus waspada melewati daerah ini. Sedikit saja salah, nyawa taruhannya. Ia menelan ludahnya susah payah, tempat ini begitu gelap. Tak ada lampu penerang jalan.
Saat dirinya fokus menyetir, tiba-tiba ada kabut asap yang membumbung tinggi.
"Di sini ada gunung aktif?" tanya polisi berwajah oriental bernama Riko.
"Ga ada. Darimana asalnya kabut ini ... " sahut polisi berwajah manis bernama Sena. Ia mulai cemas.
Riko memelankan kecepatan mobilnya di 20 km/jam. Jika tidak segera pergi, mereka bisa terjebak di sini. Riko tetap waspada meski perasaannya bergemuruh.
Sena melihat dari kejauhan ada patung serigala yang berdiri. Ia tak mengalihkan pandangannya pada patung itu, sampai akhirnya mobil patroli mereka melewati patung. Yang tadinya patung itu letaknya di pinggir jalan sebelah kiri, kini berpindah ke sebelah kanan.
Sena membungkam mulutnya. Ia benar-benar tak percaya, ia menoleh ke belakang mencari patung itu. Tapi menghilang.
"Kamu lihat apa?" tanya polisi Riko yang fokus menyetir.
"Ga! Ga ada apa-apa! Percepat jalannya!"
"Gabisa ... kalau cepat-cepat bisa mati, kalau pelan ketutupan kabut. Kamu mau tinggal di sini? Aku udah cari aman." ujar polisi Riko.
Sena bungkam.
Saat di pertengahan jalan, rombongan kelelawar keluar dari peradabannya. Mereka beterbangan tepat di depan mobil patroli.
Tin tin tin
Riko menekan klaksonnya berulang kali mencoba menyingkirkan kelelawar yang menutupi jalan, alih-alih minggir justru kelelawar itu bertambah banyak membuat kaca tertutup sempurna.
"Ah," dengan sekali hentakan Riko menginjak cepat remnya sampai beberapa kelelawar berjatuhan ke bawah.
"Hah hah hah!" Mereka mengatur nafasnya yang sesak.