"Ga mungkin, ga mungkin. Gue pasti mimpi ... monster itu ... engga, itu cuma mimpi! Monster itu ga ada! Ga ada!" Ken menggeleng, menyangkal semuanya. Semuanya terasa tidak nyata. Makhluk besar itu. Penembakan itu. Ken menyandarkan punggungnya di body mobil.
"Ga ada! Itu ga benar!" teriak Ken yang masih shock. Ia memegang kepalanya yang berdenyut-denyut tak karuan.
"Ga benar! Gue cuma halu!"
*****
Awwuuuuuuuuu
Suara lolongan pilu bergema ditengah malam. Makhluk berbulu tebal itu berlari secepat angin memasuki hutan belantara. Hutan rimbun yang telah ditinggalkan manusia lebih dari 2 abad yang lalu. Tak ada satupun manusia yang mau berkunjung ke hutan ini. Selain angker, siapa yang bisa menjamin di sini tidak ada binatang buas.
Sorotan mata merahnya menatap tajam kegelapan. Berulang kali ia mendorong pohon yang menghalangi jalannya sampai roboh. Makhluk itu menoleh ke belakang, ditatapnya sosok hitam yang berani menembaknya.
Pria. Pakaian hitam. Punya luka di pipi.
Baiklah, ia akan menandai pria itu, dan mengunci wajahnya rapat-rapat. Sampai waktunya tiba, ia akan menghabisinya tanpa ampun. Makhluk itu menggeram marah, ia memperlihatkan gigi taringnya yang begitu panjang. Sekali menggigit ia dapat merobek-robek kulit mangsanya sampai ke daging.
Makhluk itu kembali menghadap depan. Ditatapnya jalanan gelap yang masih terlihat jelas di matanya. Ia mengambil pohon beringin yang mengganggu jalannya, lalu mengangkatnya ringan layaknya remot, dan melemparnya jauh.
Darahnya terus bercucuran membuat bulu-bulunya basah. Senapan sialan itu berhasil melemahkannya. Ia tidak bisa dimatikan dengan senapan apapun, tapi berbeda dengan itu. Senapan khusus monster yang hanya dimiliki oleh pemburu gila. Ia terus berlari tanpa arah.
Kemanapun, asalkan jejaknya tidak tercium. Ia memilih lari dari hutan, tempat tinggalnya. Disini tak lagi aman. Pemburu itu akan mudah menemukannya, karena setiap tetes darah yang berjatuhan di rumput, dapat tercium oleh pemburu itu.
"Senapan sampah!" rutuk makhluk raksasa itu dalam hatinya. Ia menatap luka tembakan di bahunya. Angin membuat lukanya semakin memburuk, karena membuat robekannya terus membesar.
Makhluk itu menutup bahunya dengan telapak tangan. Reaksi racun dari senapan itu mulai bekerja. Otot-ototnya mulai melemah, pandangannya mulai kabur.
Tidak, ia tidak boleh mati di sini. Sebelum fajar menyingsing, ia harus segera pergi. Ia mempercepat larinya. Dari kejauhan ia melihat gapura besar, batas gerbang yang memisahkannya dengan daerah lain.
Ia berlarian menembus kabut asap yang tebal. Tak sedikitpun dari kabut itu membuat matanya perih. Ia berlari cepat melewati ribuan kelelawar yang menghadang jalannya, sampai suatu ketika ia melewati mobil patroli yang berjalan lawan arah dengannya.
"Ko. Ko itu makhluk apaan Ko?" ucap Sena menepuk cepat tangan Riko yang sedang menyetir.
"Iya-iya, itu apaan?" Riko buru-buru mengeluarkan ponselnya, dan membidik makhluk itu dari dalam mobil. Dan pass, potret itu begitu sempurna. Seluruh tubuh makhluk itu terlihat begitu jelas. Ini adalah fenomena langka.