Kamu dan Hujan

Naila Etrafa
Chapter #1

Sesosok Bidadari

Aku kesiangan padahal hari ini awal aku menginjakkan kaki di tanah SMA terfavorit di kotaku. Akan sangat memalukan karena masih masa orientasi siswa sudah melanggar peraturan.

Masuk SMA ini tidak gampang. Aku harus meyakinkan nilai UN SMP ku benar benar jujur, tidak curang. Panitia sanksi saat aku serahkan ijazah pada mereka. Nilai ujian hampir sempurna 3 mata ujian nasional dan terdapat logo nama Sekolah Menengah Pertama swasta yang tidak terkenal di tempat kami, ditambah lagi diterpa kabar miring akan diberhentikan karena jumlah murid yang semakin berkurang serta banyak guru yang sukarela angkat kaki karena gaji tak sepadan dengan keringat, sarana dan prasarana yang aduhai mengenaskan. Aku tidak menyangkal semua itu. Agaknya maklum jika aku lama berdiri di situ menunggu keputusan mereka. Akhirnya dengab alibi untuk mengetahui semua kemampuan calon siswa, aku juga diikutkan ujian seleksi. Padahal aku tahu persis ada jalur masuk tanpa seleksi yaitu lewat nilai Ujian Nasional. Namun, ya sudahlah. Aku mengerti toh aku juga semakin ingin membuktikan pada mereka kalau nilai ujianku tidak semata2 hitam di atas putih.

Satu minggu lagi aku akan melaksanakan seleksi. Aku bernapas panjang. Aku balik badan hendak pulang, tergepoh-gepoh sosok wanita cantik, sangat cantik. Dia bermata jernih, berbentuk almond, alisnya seperti bulan sabit namun natural tidak seperti disulam atau dicukur, bulu matanya lentik, rambutnya hitam bergelombang sebahu, pipinya merona asli bukan karena make up, hidungnya mancung bak hidung timur tengah, bibirnya...bibirnya membuat semua wanita iri barangkali, ia memiliki bentuk bibir yang sangat jarang orang punya, seingat dan sepengetahuanku. Tingginya semampai, kulitnya putih bersih agak kemerah-merahan. Dia sepertinya tergesa-gesa sambil menarik ayahnya.

"Ayo Yah, semoga pendaftarannya masih," sangat jelas aku mendengarnya.

Pandangan kami bertemu, dia tersenyum dan sebagai responnya mulutku membentuk huruf O sempurna. Bidadari dari mana dia? prediksiku jika dia diterima di SMA ini tentu tidak perlu waktu lama ia akan menjadi artis sekolah.

Aku berlari secepat mungkin agar mendapat angkot, mudah-mudahan angkotnya lumayan penuh. Jika tidak, bisa gawat karena angkot akan bertransformasi menjadi siput jika belum mengisi perutnya. Jalannya jadi lamban. Beruntung aku mendapatkan angkot yg akan cepat melaju karena terisi penuh. Belum apa-apa seragamku sudah bau keringat. Parah sekali. Seminggu yang lalu penguman tertera dan namaku masuk dalam 5 besar. Tentu saja aku senang sekali, selepas itu aku menyiapkan segala berkas untuk mengajukan beasiswa. Jika tidak dengan beasiswa, pasti sangat berat. Ayahku sudah meninggal saat aku masih SD dan tinggal ibu yang menjadi tulang punggung, akhir-akhir ini kesehatannya juga tidak sedang baik-baik saja. Sebenarnya aku ingin sekolah di SMA Negeri yang serba tidak dipungut biaya, tapi Ibu selalu memotivasi dan setengah memaksa agar selalu mengejar impianmu, Ibu bilang jika aku diterima di SMA bergengsi dan punya prestasi, akan banyak peluang-peluang kesuksesan untuk masa depan. Aku menurut dan orang miskin sepertiku, memang harus bekerja keras bukan?

Lihat selengkapnya