Ospek telah usai dan kini dimulailah suasana belajar mengajar. Sesuai prediksiku, Zea yang akrab dipanggil Ze sontak menjadi buah bubir banyak warga sekolah. Dari satpam pagar masuk, sampai tukang kebun area belakang sekolah. Dan yang paling heboh tentu saja cowok-cowok yang mendadak menyisir rambut, menyemprotkan minyak wangi, berpose gaya sok keren jika Ze sedang lewat di depan mereka. Bagaimana aku tahu? tentu saja karena aku sekelas dengan Ze, dan entah kenapa ia selalu ingin aku bersamanya, entah ke kantin, toilet, beli buku, beli pena, kaus kaki, beli jajan, entahlah apa pun itu. Aku saksi hidup bagaimana gemuruhnya suara cowok-cowok jika Ze sedang berjalan, aku seperti pelayan yang selalu siap sedia mengantar tuan puteri. Awalnya aku agak keberatan, tentu saja hal-hal demikian sangatlah tidak nyaman, tapi aku agak kasihan juga.
Pernah aku meminta teman perempuan lain untuk menemani Ze, tapi mereka tidak bisa karena resikonya yang menurut mereka membuat tidak nyaman. Aku mau bersama Ze karena murni ingin ia terjaga, terlebih dari Musa yang hobinya merayu.
"Aku minta maaf Mays."
Tiba-tiba Ze mengatakan hal itu sesaat sebelum jam pelajaran masuk.
"Maaf, kenapa?"
"Aku selalu merepotkanmu, kalau ada apa-apa tolong jangan sungkan minta bantuanku ya, aku merasa banyak berhutang budi padamu."
Matanya berkaca-kaca. Aku jadi kikuk dan kasihan.
"Aku ikhlas Ze, tidak ada istilah hutang budi. Tolong jangan merasa seperti itu." Aku nyengir.
Ia tersenyum kemudian menyeka air mata. Apakah menjadi cantik itu enak? entahlah, aku belum tahu kemungkinan-kemungkinan jawabannya.
Ini adalah hari kedua masuk sekolah, mataku terbelalak melihat tumpukan coklat, bunga mawar, kado yang dibungkus kertas merah jambu serta beberapa surat yang tersemat di bangku Ze.Teman-teman lain saling membicarakan siapa saja kira-kira memberikan coklat dan kado lainnya di bangku Ze. Beberapa menebak si A si B dan lain sebagainya.
Dua menit setelah kuletakkan tas cangklongku Ze masuk kelas. Semua mata tertuju padanya. Seperti biasa reaksi Ze adalah menunduk malu dengan pipi yang makin memerah. Konon itu yang membuat para siswa makin jatuh hati padanya. Wajahnya mengkerut melihat banyak hadiah bertumpah ruah di atas bangkunya.