“Kamu ini, kalau pulang nggak pakai teriak-teriak dulu, apa nggak lega sih, Lis?" Ibu Lisa menunjukkan dirinya dari belakang tubuh laki-laki yang masih setia memamerkan cengirannya. "Nak Rizal maaf, ya? Lisa memang suka teriak-teriak nggak jelas, tapi dia anak baik-baik, kok."
Riz-zal?
"Iya Mom, Rizal terima dia apa adanya saja. Lagian, Lisa-nya juga cantik."
Wajah Claudia langsung bersinar-sinar mendengarnya. "Beneran?" Rizal mengangguk. "Astaga, Mom pikir dia nggak akan menikah sampai umur dua lima. Ternyata, jodoh nggak akan ke mana. Nak Rizal baru ketemu aja langsung jatuh cinta pada pandangan pertama."
"W-what? Menikah? Apa-apaan sih Mom! Aku nggak mau nikah dulu! Mana sama siapa sih dia, nggak kenal!"
Rizal menatap Lisa serius. "Kamu nggak ingat sama pacar kamu di SMA?"
Lisa yang semula memasang wajah bete setengah mati karena kehadiran laki-laki antah-berantah di rumahnya yang damai, membelalakkan mata dan menatap Rizal horor.
"LO! RIZALDI ABRAHAM!"
"Iya, Sayang ... aku pacar kamu di SMA dulu."
"Oh, udah kenal ternyata?" Claudia memasang wajah semringah yang tidak pada tempatnya. "Jadi, ini alasan kamu nggak pernah punya pacar sejak SMA. Kamu ternyata udah punya pacar seganteng Nak Rizal, makanya nggak mau pacaran?"
Lisa berniat menyanggah, tapi Claudia lebih dulu memotong kalimat yang bahkan belum sempat terucap.
"Kalau begitu bagus. Jadi, Mommy sama mamanya Rizal nggak perlu nunggu waktu lama lagi buat mempersiapkan pesta pertunangan kalian!"
"APA! TUNANGAN?" Lisa menatap horor ibunya. "Demi malaikat ganteng di Surga. Mom! Lisa nggak mau tunangan apalagi sampai nikah selain sama Jungkook BTS. NGGAK MAU POKOKNYA, SELAIN SAMA JUNGKOOK!"
"Lis, kan aku kembarannya Jungkook, cuma aku nggak jongkok kayak dia."
Lisa mendelik ke arah Rizal. "Mati aja lo! Pergi dari rumah gue dan jangan pernah ke sini lagi! Lo lupa, lo itu—hmp!"
Rizal dengan segera membungkam mulut Lisa menggunakan tangan kanannya. "Iya, iya. Aku pacar kamu. Maaf, karena aku waktu itu pindah dan lupa pamitan sama kamu. Jangan marah gitu, dong! Sekarang aku datang ke sini buat lamar kamu."
"Engg-ak-su-di," kata Lisa susah payah dan alhasil terdengar tidak jelas.
"Iya, iya, aku tahu kalau kamu cinta mati sama aku!"
Mata Lisa melotot. Wajahnya merah padam. Ia berusaha melepaskan tangan Rizal dari mulutnya, tapi laki-laki itu semakin mendekatkan tubuhnya dan menekan tubuh Lisa hingga nyaris membentur tembok.
"Kayaknya kalian masih punya masalah yang belum diselesaikan, ya?" Claudia berujar. "Kalau gitu, Mommy keluar dulu. Masalahnya diselesaiin, jangan dibiarin berlarut-larut. Nggak baik. Terutama buat kamu, Lisa! Jangan keras kepala sama calon tunangan kamu!"
"Mmm!" Lisa berniat memanggil mamanya, tapi Rizal tidak mengizinkannya.
Dengan sekali dorongan, Rizal berhasil membenturkan punggung Lisa ke tembok. "Jangan teriak, oke?" ujarnya dengan nada dingin yang sanggup membuat Lisa merinding.
Lisa hanya bisa mengangguk dan Rizal melepaskan bekapan tangannya. Rizal mengumbar senyuman iblis menyebalkan yang selalu Lisa benci seumur hidupnya.
"Kamu pakai celana dalam warna apahari ini? Coba aku lihat bentar?"