"Lo nggak jadi resign?"
"Nggak dapet izin."
Dara mengangguk-angguk mengerti. "Jelas aja sih. Kerjaan lo aja selalu beres sebelum waktunya. Pat aja selalu muji-muji lo, nggak lupa dengan bonus tambahan setiap bulan. Gimana lo bisa resign, kalau kerjaan lo selalu perfect bahkan ada plus-plusnya?"
"Gue kedengeran kayak tukang pijet plus-plus."
"Kali aja lo mau nyoba, nggak apa-apa." Dara melirik Rizal yang terpaku pada layar laptopnya.
Laki-laki itu terlihat berbeda saat ia berhadapan dengan Lisa. Bahkan tadi pagi, mereka berdua kembali berdebat dengan isi perdebatan tidak penting yang sukses menulikan telinga semua orang yang mendengarnya.
Anehnya, setelah Rizal dihadapkan pada pekerjaannya. Dia berubah sembilan puluh derajat.
Sosok anak kelinci yang manis dan polos, berubah menjadi sosok singa jantan yang takkan segan memangsa siapa pun yang berniat mengganggu pekerjaannya.
"Tuh, bos kita butuh pijetan. Mukanya kusut amat perasaan," ujar Dara setengah bercanda, tapi kenyataannya memang demikian.
Wajah Rizal yang terlalu datar dan terpaku pada layar komputernya mengingatkan Dara pada suaminya. Si kaku dari kutub utara yang tidak bisa tersenyum sedikit pun.
Lisa melirik Rizal. Ekspresi serius laki-laki itu tak membuat Lisa berpikir bahwa Rizal sangat tampan, berkharisma, apalagi memesona. Bahkan sebaliknya, Lisa malah berpikir untuk mencari gara-gara dengan Rizal sekarang juga, agar dia juga bisa segera dipecat dari sana.
"Jadi pengin," katanya ambigu.
"Pengin apa? Lo beneran mau mijitin dia?"
Lisa mendelik ke arah Dara. "Mendingan gue bunuh dia dan masuk penjara, daripada harus mijitin cowok sialan kayak dia!”
Dara hanya geleng kepala. Ia penasaran, mengapa dua manusia yang sebenarnya pasangan sangat lucu ini bisa saling bermusuhan?
"Terus, lo pengin ngapain?"
Lisa tak menjawab. Talk less do more.
Dia keluar dari ruangan dan kembali lagi dengan secangkir kopi yang masih mengepulkan asap. Tak lupa sebuah seringai ganjil terukir di bibirnya.
Dara mengernyit melihatnya. Dia menerka-nerka apa yang akan Lisa lakukan pada Rizal.
Saat ia melihat Lisa melangkah tanpa beban mendekati bos barunya dengan senyum mengembang yang mengerikan.
Dara merasa ... dia akan mendapat serangan jantung sebentar lagi.
"Hai, Bapak!" sapa Lisa tanpa beban. Senyum mengembang di bibirnya membuat Rizal harus siaga satu.
"Ada apa?" Rizal mencoba mengeluarkan cengirannya, tapi gagal.
"Bapak kayaknya lagi sibuk, ini saya bikinin kopi."
Dahi Rizal berkerut. Sial, dia ingin nyengir dan menggoda Lisa seperti sebelumnya, tapi entah kenapa dia tidak bisa melakukannya.
"Saya taruh sini ya, Pak!"
Apalagi Lisa yang ada di hadapannya terlihat layaknya alien. Lisa tidak pernah sebaik ini padanya. Bahkan sampai membuatkan kopi segala!