Seumur-umur dia bekerja di perusahaan itu, baru kali ini Lisa merasakan lembur. Ini semua gara-gara Rizal yang tidak membiarkan otaknya tidur lebih lama dengan dalih barunya, "Otak kalau kelamaan nganggur bisa-bisa jadi tumpul dan akhir-akhirannya pindah ke dengkul."
Dara bahkan sampai mengangakan mulutnya saat mendengar Rizal berdalih pada Lisa. Sedangkan Lisa memamerkan jari tengahnya untuk menantang Rizal yang dibalas laki-laki itu dengan cengiran.
"Gue mendingan kerja sama Pat deh, daripada kerja sama Rizal. Dia perfectionis banget, gila! Gue sampai disuruh lembur segala. Mana suami mulai mikir yang enggak-enggak!"
"Gue bilang juga apa? Nyesel kan lo pernah baik-baikin dia? Cowok iblis kayak gitu lo baikin."
Dara mendelik ke arah Lisa. "Lis, asal lo tahu, ya? Semua ini gara-gara lo."
"Kok jadi salah gue?" tanya Lisa tak terima.
"Kalau aja, lo nggak cari gara-gara sama bos dan kalau aja, lo nggak menganggap enteng kerjaan lo. Si Rizal pasti nggak akan kasih kerjaan sebanyak ini ke kita berdua!"
Lisa melotot tidak suka. "Itu bukan salah gue dong, itu salah dia sendiri terlalu kejam sama anak buahnya!"
"Ehem!" Dehaman dari arah meja bosnya membuat mereka menoleh serempak. "Kalian mau lembur sampai jam berapa? Lanjutkan besok saja, udah hampir jam sepuluh soalnya!"
Dara seketika menegakkan tubuhnya. Matanya membelalak menatap jam dinding dengan jarum pendek di angka sepuluh dan jarum panjangnya di angka dua belas. Dia mengumpat panik sambil membereskan sisa-sisa pekerjaannya.
"Aduh, Pak! Lain kali, kalau ngingetin orang jamnya jangan jam sepuluh malam, dong!" protesnya.
"Terus?"
"Jam delapan kek. Suami saya bisa marah-marah, karena saya lupa pulang plus lupa kasih jatah harian," jawaban Dara membuat Rizal mengatupkan bibirnya.
Tidak hanya Lisa, Dara pun memiliki sifat yang hampir sama. Dua manusia bergender wanita itu memang klop kalau urusan adu bacot dengan siapa pun.
"Ya sudah, sana pulang!"
Dara menghentikan aktivitasnya. "Bapak ngusir saya? Saya enggak dipecat, kan?"
Rizal menggeleng sambil menghela napas panjang. Dia lantas melirik Lisa, wanita itu sibuk melirik layar komputer dan juga layar ponselnya secara bergantian yang membuat Rizal mengernyitkan dahinya.
"Kamu nggak mau pulang, Lis?"
"Nanggung."
"Udah malam, lho!"
"Peduli setan!"
"Nggak takut setannya ada di sebelah kamu, karena dia sangat peduli sama kamu?"
Lisa menghentikan aktivitasnya. Dia mendelik ke arah Rizal yang memamerkan cengiran andalannya. "Nggak usah sok perhatian, kalau lo mau pulang, pulang aja! Nggak ada urusannya sama gue juga!"
Rizal melirik Dara. Wanita itu pamit padanya. Rizal menganggukkan kepala mengiringi kepergian Dara, sebelum ia mendekati Lisa yang kembali berkutat dengan layar komputernya.
"Lagi ngapain sih?"
"Nggak usah nanya, kalau lo udah tahu jawabannya!"
Rizal melirik Lisa yang serius bekerja. Melihat wanita yang biasanya hanya ngomel-ngomel padanya tampak tenang dengan pekerjaannya, membuat Rizal tersenyum tipis.
"Nanti pulang sama siapa?"