Kamu Seperti Waktu

Muyassarotul Hafidzoh
Chapter #6

#6 Zuhair Adik Tersayang

Kamu Seperti Waktu

Novel Muyassarotul Hafidzoh


~ENAM~

Zuhair, Adik Tersayang


Zuhair adalah adik Hanim, karakternya mirip bapaknya. Tidak banyak bicara tapi penuh perhatian. Usianya masih remaja namun dia didewasakan oleh keadaan. Dia menyaksikan banyak hal yang sangat mungkin melukai hatinya di usia yang masih sangat muda. Perceraian bapak dan ibunya, perdebatan kedua kakak perempuannya, merawat bapaknya, berpisah dengan ibunya, menyaksikan pernikahan yang penuh dengan tipuan, dan sekarang dia mendengar pembicaraan kakak iparnya. 

Hari sudah mulai siang, hampir satu jam setelah Hanim diantar ke rumah sakit, Zuhair hanya sendiri bersama bapak di rumah. Zuhair dan bapak masih belum tenang, lantaran khawatir dengan kondisi Hanim. Tak lama kemudian Arif datang.

“Zuhair, Mbamu dibawa ke rumah sakit mana?” 

Zuhair pun menjawab pertanyaan Kakak iparnya. “Ke RSUD mas. Mas Arif kalau mau ke rumah sakit, tolong bawakan beberapa baju ganti Mba Hanim ya, tadi baju dan rok yang dipakai mba Hanim terkena darah dan kotor.” Arif mengangguk, dia menuju kamar dan mengambil beberapa pakaian istrinya.

“Tolong jagain Mba Hanim ya mas. Bapak sangat khawatir,” lanjut Zuhair. 

“Pasti, tolong ambilkan alat mandi mbamu di sana,” perintah Arif kepada Zuhair yang kemudian menuju lemari kecil dekat kamar mandi. Zuhair mengambil handuk dan perlengkapan mandi lainnya.

Tiba-tiba ibunya Arif datang dan langsung menampar Arif. Perilaku tersebut dilihat secara langsung oleh Zuhair. 

“Dari mana kamu? bertemu Moena? Mama sudah mengingatkan kamu ya, selagi kakekmu masih hidup jangan berhubungan dengan Moena. Selagi kamu masih bersama Hanim jangan sekali-kali kamu bertemu Moena.”

“Ma, Arif gak tahu, tiba-tiba Moena datang menghampiri Arif di kantor.”

“Kamu juga tidak tahu kalau dia tadi mengangkat telepon dari Hanim. Saat Hanim menelponmu?”

“Dari mana mama tahu? Sial, selama ini mama juga mengawasiku? kenapa mamah dan kakek gak ada yang percaya denganku?”

“Bagaimana Mama percaya denganmu setelah kamu merencanakan pernikahan yang gila ini. Mana ada orang menikah dengan rencana akan bercerai di kemudian hari?” kata mama. “Mama kira dengan kehamilan Hanim, kamu bisa berubah lebih baik. Ya, mamah memang awalnya tidak menyukai Hanim dengan kekurangannya yang seperti itu, tapi mama lihat kamu banyak berubah setelah menikahinya. Apalagi saat Hanim hamil, mama mulai sayang sama dia. Tapi, kamu ternyata masih berhubungan dengan Moena,” lanjut mama.

“Aku tidak berhubungan lagi dengannya. Dia yang menggila saat mengetahui kalau Hanim hamil.”

“Perempuan tidak mungkin seperti itu kalau laki-lakinya tidak berjanji apapun. Mama yakin kamu memberi harapan Moena dengan janji manismu. Sekarang, istrimu mengalami pendarahan, bahkan disaat dia meminta tolong bantuanmu, dia melihat perempuan lain berada di dekatmu.”

Arif terdiam, mamah masih diliputi kemarahan. Mata mama melihat Zuhair yang berdiri mematung.

“Oh, Zuhair, sejak kapak kamu di sini?”

“Sejak Mama tampar aku,” Arif menyela.

Mama terlihat tidak enak dengan Zuhair. Mama segera mendekati Zuhair.

“Zuhair, maaf, tante tidak bermaksud menyakitimu. Tante janji, tante akan menjaga Hanim, jadi apapun yang kamu dengar jangan diambil hati,” kata mamanya Arif.

“Waktu Mba hanim menelpon Mas Arif, dia melempar hpnya, Zuhair tidak pernah melihat Mba Hanim seperti itu. Zuhair ambil hp tersebut ternyata ada perempuan yang menjawab Video Call dari mba Hanim, dan dia bilang apapun usaha yang dilakukan Mba Hanim, Mas Arif tetap miliknya. Awalnya aku tidak memahami maksud kalimat perempuan itu. Sekarang Zuhair mulai paham.”

“Zuhair, gak, kamu gak boleh salah paham. Dengerin Mas Arif, kamu belum bisa memahami apa yang terjadi. Apa yang dikatakan perempuan itu bohong, kamu jangan percaya. Mas Arif janji akan menjaga mba Hanim. Kamu harus percaya dengan mas.”

Zuhair menundukkan kepalanya menahan marah, “Zuhair memang belum memahami sepenuhnya, tapi tangisan Mba Hanim sudah menjelaskan semuanya. Mas Arif tahu gak, mba hanim sudah beberapa minggu ini selalu menangis. Awalnya aku tidak tahu, sekarang aku tahu alasan mengapa mba Hanim menangis. Mungkin Mba Hanim sudah tahu apa yang mas Arif lakukan di belakangnya.”

Arif dan mamahnya terdiam mendengarkan Zuhair. 

“Zuhair…. Zuhair…” Suara Bapak memanggil nama Zuhair. Zuhair pun tanpa permisi meninggalkan mereka berdua.

“Mba mu kenapa? apa yang terjadi pada mba mu? kenapa Arif sama mamahnya bertengkar?” 

Zuhair yang memiliki hati lembut, langsung memeluk bapaknya dan menangis. Bapaknya semakin merasa sedih. 

“Ada apa nak? Mba mu kondisinya bagaimana?” tanya bapak.

Arif masuk ke kamarnya bapak dan mengatakan kondisi istrinya.

“Pak, Arif baru saja dapat telepon dari rumah sakit. Hanim keguguran.”

Mendengar itu Bapak menangis dengan sangat pilu. Bapak meminta Arif segera ke rumah sakit. Arif dan mamanya bergegas ke rumah sakit.

Bapak masih menangis pilu, bapak memukul - mukul dadanya, dia merasa sesak. “Jangan pak, jangan..” Zuhair mencegah bapak untuk tidak memukul dadanya sendiri.

Lihat selengkapnya