Alunan Qiro’ah di Masjid Al-Hayat, menandakan kegiatan kami harus segera dimulai. Alunan Qiro’ah yang diputar melalui pemutar suara itu tersambung ke pengeras suara di setiap asrama. Jadi mustahil tidak terdengar oleh seluruh siswa atau penghuni sekolah ini. Semua penghuni kamar pasti langsung bersiap-siap menuju Al-Hayat untuk menunaikan shalat subuh berjamaah. Tidak semua sih sebenarnya, karena masjid Al-Hayat tidak cukup penuh untuk menampung semua penghuni yang bisa berjumlah 10.000 orang, sedangkan masjid hanya bisa menampung setengahnya. Maka dari itu ada yang namanya program shalat di asrama secara bergantian. Seminggu shalat di asrama, seminggu shalat di masjid. Bagi yang jadwalnya shalat di masjid mereka wajib berangkat ke masjid, karena akan ada absensi di sana seusai shalat mau pun shalat maghrib.
Selesai shalat kita akan diarahkan berkumpul membuat dua barisan memanjang perkamar untuk tadarus Bersama. Biasanya kami menghapal Ayat-ayat Al-Quran untuk di setorkan nanti maghrib pada wali kamar/atau nanti saat jam pembelajaran malam. Namun itu tidak ada kewajiban sebenarnya menghapal Al-Quran 30 Juz seperti Angkatan-Angkatan awal, setelah Angkatan 4 ke bawah peraturan tidak seketat awal-awal. Kami hanya wajib menghapal Juz 30 saat pertama kali masuk, selanjutnya hanya kesadaran bagi siswanya masing-masing. Tidak ada tekanan sama sekali, kecuali bagi siswa yang mengikuti ekskul binayah hufadz. Biasanya ekskul yang diisi anak-anak kelas B, tingkat kelas tertinggi berdasarkan nilai dan kecerdasan. Lain kali akan aku jelaskan ya. Ekskul itu pun punya ruang tersendiri dan diizinkan tidak ke masjid setiap waktu maghrib, mereka akan pergi ke ruang hufadz yang ada di Gedung Umar lantai satu. Sangat eksklusif memang, mungkin agar mereka lebih fokus menghafalnya. Dan akan ada acara khusus yang memamerkan hasil hafalan mereka, biasanya akan diadakan secara besar-besaran di Al-Hayat dan di hadiri dewan guru. Kita akan menyimak semua anggota Hufadz secara estafet mengalunkan hafalan Al-Quran mereka 30 juz. Dan kita semua diminta menyimak.
Karena hari ini Asramaku kebagian shalat di masjid, aku sengaja sudah mandi sejak bangun tadi, dan memakai seragam hijau lontong kebanggan anak MTs. Bagaimana lagi, seragam resmi MA kami masih belum ada hilalnya. Jadi terpaksa kami memakai seragm MTs. Aku sengaja sudah menyiapkan diri untuk berangkat karena akan menelpon ke rumah, agar tidak telat berangkat. Karena sudah pasti akan antri juga nanti di wartel. Selesai dari masjid, aku setengah berlari ke kantin, mengeluarkan kotak makanku dan membawa bekal nasi dan lauk pauk secukupnya untuk aku makan di sekolah nanti. Aku tidak punya waktu untuk makan di kantin kalau mau menelpon ke rumah.
Benar saja wartel sudah penuh, setiap bilik setidaknya sudah ada dua orang yang mengantri di belakang. Rupanya bukan aku saja yang kangen rumah. Wartel tersedia di setiap asrama letaknya pun selalu sama ada di lantai satu di kamar nomer 119, sebenarnya wartel itu tadinya kamar biasa namun disulap menjadi wartel khusus untuk pelajar. Sebenarnya ada wartel umum, letaknya dekat masjid. Satu kompleks dengan koperasi, kantin umum, barbershop dan garmen. Tapi lebih nyaman menggunakan wartel di asrama, karena tidak akan terlalu terburu-buru nanti di jalannya.
Wartel saat ini sebenarnya tidak terlalu ramai, seperti jaman dulu saat aku masih kelas tujuh atau delapan. Tidak semenjak handphone sudah banyak dimiliki orang di luar sana. Begitu pun di sini walau harus sembunyi-sembunyi.
AKu ingat dulu sekali biasanya antrian wartel penuh, terutama di hari jumat hari libur di sekolahku ini. Karena banyak yang ingin menghubungi keluarganya saat libur tentu saja. Kalau beruntung malah keluarga para murid yang datang untuk menjenguk anak-anaknya. Aku salah satu yang mungkin agak kurang beruntung, Ibu tidak pernah menjenguk aku ke sekolah, Ibu sangat sibuk mengurus ketiga adik dan berjualan. Jadi aku memaklumi jika ia tidak akan sempat mengunjungiku, paling kami hanya bertemu enam bulan sekali saat jatah libur akhir semester. Dan namanya bukan libur di sini, tapi belajar di masyarkat. Terlalu memgada-ngada memang, apa kita tidak boleh dikasih kesempatan libur hahaha.
Setelah menunggu hampir dua puluh menitan, akhirnya aku mendapat giliranku. Aku pencet nomer-nomer telepon yang sudah aku hapal itu. Tak lama kemudian telepon tersambung.
“Halo, Assamualaikum ini Anna Bu.”
“Waalaikumsalam.. Ya ampun Anna, sehat kamu nduk?” suara ibu terdengar parau, sepertinya ibu kurang sehat.