Kamu

MS Wijaya
Chapter #8

#8 Si Bibir Menawan

Aku menatap mading hasil karyaku dan tim mading, rasanya dengan bangga, senang bercampur menjadi satu karena akhirnya bisa menyelesaikan dengan baik. Yang terpenting tentu saja bisa selesai sebelum tenggat waktunya sehingga bisa terbit tepat waktu. Tim dekorasi juga sangat cekatan membuat papan tulis polos putih manjadi sangat cantik dengan hiasan yang mereka buat. Kapas yang dibentuk menjadi gumpalan awan adalah detail yang paling aku suka. Mading pun sudah dikeluarkan ke selasar tengah, jadi tugasku untuk bulan ini sudah selesai, tinggal membahas respon dari anak-anak lain terutama rubrik barunya dan mempersiapkan tema untuk bulan depan. Bdrita buruknya minggu depan sudah harus mengikuti kegiatan LDK singkatan dari Latihan Dasar Kepemimpinan atau Kepanduan selesai pulang sekolah. 

“Hei pendek, tumben amat keluar dari persembunyian…” tak menggubris suara sumbang itu, tanpa menoleh aku sudah tahu suara siapa itu. Aku pura-pura tak mendengar dan masih mengagumi mading di depanku ini. “Sombong amat ya sekarang, nengok apa..” si pemilik suara itu kesal, ia memegang kepalaku lalu memutar kepalaku ke kanan tempat ia kini berdiri.

“Apaan sih…” aku menepis tangannya lalu membenarkan kerudungku yang sepertinya miring karena Roy, si pemilik suara sumbang itu.

Roy satu-satunya anak laki-laki yang aku kenal dan bisa dinilang kami cukup dekat. Dulu sebelum masuk ke sekolah ini ada TPA khusus untuk setiap daerahnya(Taman Pendidikan AL-Qur'an ya maksudnya ini, bukan Tempat Pembuangan Akhir). Kita menghapal Juz Amma yang sudah menjadi syarat utama untuk ujian masuknya. Biasanya TPA dimulai dari hari sabtu sore sampai minggu sore. Karena rumahku cukup jauh dari TPA daerahku, aku harus menginap seperti beberapa teman yang lain. Ada yang tidak menginap juga karena rumah mereka dekat jadi tidak perlu bolak-balik. Roy rumahnya dekat TPA jadi dia tidak harus menginap, ia tipe anak yang arogan dan tidak bisa berbaur dengan yang lainnya seperti aku(tapi aku tidak arogan seperti dia, hanya tidak bisa berbaur dengan cepat). Jadi kita cukup akrab karena sering di pasangkan untuk pasangan menghapal. Kita harus saling menyetorkan hafalan Juz amma untuk melancarkan sebelum setor ke Ustad* atau Ustadzah** pengajar. Anak-anak yang lain sudah terlebih dahulu mempunyai pasangan masing-masing kala itu, sepertinya yang lain memusuhi atau berusaha menjauhi anak seperti aku dan Roy.

    “Kebakar aja nanti kelamaan diluar...”

   “Emangnya gue vampir apa? Udah sana rese banget sih…” aku mendorong tubuhnya menjauh dariku karena kesal. Roy tahu aku ini paling malas sebenarnya mengikuti kegiatan ekstrakurikuler selain kegiatan yang wajib di sekolah ini. Aku biasanya mendekam di kamar selepas jam sekolah usai. Tidak seperti kebanyakan anak lainnya yang sibuk banyak mengambil kegiatan ektrakurikuler entah itu olahraga, kesenian atau ekskul pelajaran biologi atau fisika yang banyak sekali diminati oleh anak-anak lainnya. Karena kegiatannya menurut mereka sangat asyik untuk megisi waktu luang di sore hari. Tapi bagiku tidak, satu-satunya ekskul yang aku ingin ikuti adalah ekskul ekskul itu sering mengadakan nonton bareng film-film seperti klub bahasa inggris, tapi aku tidak jadi ikut karena peminatnya banyak sekali.

Lihat selengkapnya